KODE-4

Friday, February 16, 2007

Tragedi Si Penipu atau Anggota Dewan

OLEH Nasrul Azwar

Surbat kini telah kaya raya. Jika diukur, mungkin Surbatlah yang terkaya di kampungnya. Rumah bertingkat tiga, punya sawah luas, sapi ternaknya tidak sedikit jumlahnya, dan juga sudah punya heler dua, angkutan desa 6 buah, serta anjing untuk berburu 4 ekor. Pokoknya, tiga tahun terakhir, kekayaan Surbat melejit 1000 kali lipat. Orang kampung tidak pernah berpikir, dari mana Surbat dapat uang. Bagi orang kampung, Surbat adalah pahlawan yang telah melambungkan nama kampungnya. Pokonya Surbat-lah yang paling hebat di mata mereka. Dan Surbat sendiri tidak pernah tinggal di kampugnya tiga tahun terakhir. Dengan kata lain, semenjak Surbat terpilih jadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatra Barat tahun 1999. Ia hanya mengirim uang untuk membangun rumahnya, beli ini-itu, dan lain sebagainya. Yang ada di kampung hanya orangtuanya, serta ditambah adik-adiknya. Untuk menjaga keamanan rumah yang mewah itu, setahun terakhir, Surbat menaruh Satpam di dekat pintu masuk. Tak mudah masuk ke rumah itu, walau itu di kampung. Bagi orang kampung, hal itu tidak jadi soal. Karena Surbat pantas diperlakukan demikian. Disebabkan Surbat, kampung mereka jadi terkenal.

Adalah Surbat yang kini duduk sebagai anggota DPRD Sumatra Barat. Kantornya di Padang. Ia terpilih sebagai anggota DPRD Sumatra Barat dari salah satu partai baru dalam hasil pemilu 1999 — hasil sisa suara yang digabungkan. Alangkah bangganya orang kampungnya saat nama Surbat disebut sebagai anggota DPRD Sumatra Barat, dan bahkan ada sebagian orang kampungya yang meneteskan airmata saat Surbat dilantik sebagai wakil rakyat. Mereka terharu. Namun ada juga yang sinis, dan bertanya; kok bisa ya?

Pertanyaan sinis itu jadi sangat maklum, tentu saja jika dilihat latar belakang hidup dan kerja Surbat sendiri sebelum ia jadi wakil rakyat yang terhormat itu. Sebab, Surbat sendiri – sebelum jadi “orang”—memang tak punya kerjaan yang tetap; kadang ia jadi kontraktor siluman dan dadakan ketika musim proyek, kadang kala jadi sales kendaraan second, juga HP second – jika ada ‘lawan’ –dilalukannya juga. Pokoknya, ia kerja tak berketetapan. Untuk bicara, memang Surbat jagonya. Hampir setiap malam di lapau kampungnya, masyarakat semenjak dari usia bujang tanggung sampai orang tua-tua rela menghentikan koa atau dominonya, hanya menyimak ota Surbat. Ada saja yang baru dibawakan dalam ceritanya. Kadang ota itu tidak benar adanya, dan selalu saja menyalahkan orang lain. Akan tetapi, bagi orang kampung, kehadiran Surbat untuk dianggap pelamak minum kawa saja. Anehnya, rang-orang pun akan merasa kehilangan dan bertanya-tanya, jika Surbat tidak muncul di lapau.

Ternyata reformasi dan kejatuhan Orde Baru, serta diiringi dengan tumbuhnya partai-partai baru, membawa berkah bagi Surbat. Reformasi telah merubah jalan hidupnya. Kini, berkah itu terlihat dari harta dan kekayaannya di kampung, belum lagi rumahnya di Padang dan Jakarta. Orang kampung yang hanya menganggap Surbat palamak ota saja, kini pandangan itu telah bergeser drastis. Surbat memang hebat. Dan Surbat sendiri sangat paham tentang hal itu. Maka, semenjak ia jadi anggota wakil rakyat itu, tak sedikit dana yang dialirkannya ke kampung, dan kampung itu sendiri berubah 100 persen pembangunannya. Bupati daerah itu mengalihkan beberapa mata anggaran APBD – sebelumnya tidak ada tercantum -- untuk kampung Surbat. Bupati segan kepada Surbat.

Menyangkut dana yang mengalir atas nama Surbat, bagi orang kampung tak jadi soal dari mana asal usul uang itu didapat Surbat. Yang jelas masjid yang selama ini tidak ada air PAM-nya, kini telah masuk, teras masjid yang masih terbengkalai bangunannya, kini sudah siap dan pakai marmar. Pemuda kampung yang selama ini sulit mendapat bantuan dana untuk kegiatan pertandingan olah raga, dengan terpilihnya Surbat sebagai anggota DPR, kini menjadi sangat lancar dan bahkan beberapa perusahaan berebutan mengambil hati pemuda-pemuda kampung. Kampung itu kini jadi hidup. Itulah Surbat, sosok wakil rakyat yang berkedudukan di Padang. Surbat pun – dalam jadwal tertentu — melepas hobinya berburu babi. Datang pagi dengan mobil volvo terbarunya, sore berangkat lagi ke Padang, usai buru babi.

Selain itu, dalam beberapa kebijakan daerah di mana kampungnya berada, Surbat kerap melayangkan surat berupa, “surat sakti”, memo dan rekomendasi untuk dewan di daerah dan juga Kepala Daerah-nya. Dalamnya selalu surat sakti – entah apa lagi namannya, mungkin “sabda”, secara langsung ditegaskan Surbat, “agar dilaksanakan segera”. Dan anehnya hal ini tidak pernah dipersoalkan pejabat di daerah itu. Surbat semakin meyakini bahwa dirinya memang ditakuti pejabat daerah.

Suatu kali, dalam sebuah investigasi yang mendalam sebuah media massa terungkap dugaan korupsi yang dilakukan Surbat. Dari hasil investigasi itu, Surbat terbukti memeras beberapa perusahaan di daerah dan pusat, dan sering meminta komisi jika suatu tender dilakukan. Dan juga, dalam penyusunan mata anggaran untuk “DPRD”-nya, anggota ini telah menyalahi terang-terangan ketentuan dan undang-undang yang berlaku. Artinya, secara jurudis formal, anggota DPRD Sumatra Barat – di mana Surbat ada di dalamnya – telah dengan sadar melakukan tindakan korupsi, dan itu merugikan rakyat dan negara. Semua hasil investigasi itu dipaparkan secara terbuka di majalah itu. Dan tak ketinggalan, foto Surbat tengah bernegosiasi dengan salah seorang direktur sebuah perusahaan yang bergerak di bidang agrobisnis. Majalah itu juga memuat salinan kwitansi dan transfer uang ke rekening Surbat dari beberapa buah perusahaan.

Selain lembaga swadaya masyarakat serta elemen masyarakat juga menggugat lembaga ini. Dan memaparkannya secara sistematis apa saja tindakan korupsi yang dilakukan anggota DPRD Sumatra Barat. Lengkaplah data, fakta, dan bukti bahwa anggota DPRD Sumatra Barat memang secara sadar dan terang-terangan membohongi publik, termasuk Surbat yang terlanjur jadi orang hebat di kampungnya.

Orang kampung terpana. Mereka ingat dengan masjid yang dibangun dengan uang itu. Mereka ingat sapi korban tahun lalu, di mana Surbat ikut berkorban 6 ekor sapi. Dan masih banyak lagi. Dan kini Surbat berada di tahanan polisi. Surbat tentu tidak lagi hebat, tapi bejat.***

No comments:

Post a Comment