Data Buku
Judul: HAK MEMBERITAKAN: Peran Pers dalam Pembangunan Ekonomi
Diterjemahkan dari THE RIGHT TO TELL: The Role of Mass Media in Economic Development
Penerjemah: M. Hamid
Editor:Bambang Bujono, Dian R. Basuki
Editor Bahasa: H. Sapto Nugroho, Hasto Pratikto
Desain Kulit Muka: Edi RM
Tata Letak: Agus Darmawan S., Aji Yuliarto, Sony Bambang T, Tri Watno W
Indeks: Sri Mulungsih, Ade Subrata
Cetakan Pertama: April 2006
Penerbit: Pusat Data dan Analisa Tempo
ISBN: 979-9065-16-X
Tebal: xiii + 401 halaman
Apa yang bisa diberikan oleh pers bebas kepada masyarakat membuat masyarakat lebih mampu membuat keputusan berdasarkan informasi yang baik, membeberkan korupsi, menekan pemerintah ketika pemerintah itu tidak berlaku semestinya. Jika institusi dapat menjamin akuntabilitas dan transparansi, pemerintah akan lebih mungkin membuat keputusan yang mementingkan rakyatnya. Pemerintah lebih bisa mengutamakan pelayanan yang lebih baik, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Kalimat di atas milik Presiden Bank Dunia, Paul Wolfowitz, disampaikan di National Press Club, Desember tahun 2005. Makna kalimat itu tentu saja sangat mudah dipahami bagi siapa saja. Namun demikian, dalam tingkat operasionalnya—taruhlah dalam penyajian liputan jurnalistik—terkesan jauh panggang dari api, terutama pers lokal.
Sepintas saja, misalnya, sejauh mana masyarakat di Sumatra Barat saat mengambil keputusan dalam ranah layanan publik mengacu pada informasi yang disajikan pers cetak yang terbit di Sumatra Barat? Atau bagaimana posisi pers dalam menyajikan kasus-kasus korupsi di tubuh pemerintah dan juga kesemrawutan birokrasi pemerintah daerah? Jika kita menjawab sepintas juga, kita akan mengatakan pers lokal di Sumatra Barat belum mampu berada dalam tatanan sebagai penyaji informasi yang dapat menjadi referensi publik, sebagai acuan untuk mengambil keputusan. Juga, pers lokal Sumatra Barat masih barada dalam tahap dan memilih posisi sebagai “pelapor” saja, belum masuh ke dalam wilayah apa yang disebut dengan penyajian duduk perkara sebuah persoalan.
Buku ini ditulis 28 orang yang memiliki latar belakang jurnalistik dan pakar media massa dari berbagai negara di dunia. Sayangnya, bangsa Indonesia tidak tercatat di dalamnya, kecuali kata pengantar dari Bambang Harymurti, Pemimpin Redaksi Majalah Tempo. Penekanan buku ini lebih kepada pembuktian ilmiah korelasi yang ketat antara kemerdekaan pers, pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, serta kesejahteraan sosial. Juga, barangkali, inilah buku pers pertama yang diterjemahkan ke bahasa Indonesia yang cukup komprehensif mengaitkan hubungan timbal balik pembangunan ekonomi dan liberalisasi pers.
Buku yang cukup tebal ini dibagi dalam bagian: Bagian I mengupas tentang media dan pasar. Bagian II tentang landasan ekonomi dan hukum media, dan Bagian III menyangkut orang media tentang media.
Pengalaman menunjukkan bahwa independensi media bisa rapuh dan mudah terkompromikan. Sudah terlalu sering pemerintah membelenggu media. Kadang kontrol oleh berbagai kepentingan pribadi yang kuat telah membatasi kebebasan penyampaian informasi. Tingkat melek huruf, investasi manusia, dan teknologi yang rendah bisa juga membatasi peran positif yang bisa dimainkan media. Dan kita telah menyaksikan dampak manipulasi dan pelaporan yang tidak bertanggung jawab. Jelas bahwa untuk mendukung pembangunan, media perlu lingkungan yang baik, dalam arti kebebasan, kemampuan, serta checks and balances.
Buku ini juga memuat bab khusus mengenai peran media dalam pembangunan. Ini merupakan sumbangan penting kepada pemahaman kita mengenai pengaruh media terhadap hasil pembangunan dalam berbagai situasi yang berbeda-beda, dan juga menyajikan bukti-bukti mengenai lingkungan kebijakan semacam apa yang dibutuhkan agar media dapat mendukung pasar ekonomi dan politik dan membawakan suara mereka yang tercabut hak-haknya.
Untuk itu, buku ini merangkum berbagai pandangan para akademisi serta perspektif dari mereka yang berada di garis depan, yaitu para jurnalis itu sendiri. Buku ini menarik untuk dibaca para pembuat kebijakan, lembaga swadaya masyarakat, jurnalis, peneliti, dan penuntut ilmu pada umumnya. ***
No comments:
Post a Comment