Tak Mengenal Henti Bersilat
OLEH Abel Tasman/DKSB
Namanya Inyiak Upiak Palatiang. Perempuan. Usianya sudah 105 tahun. Malam itu, 19 Maret 2005, di Teater Tertutup Taman Budaya Sumatra Barat, dalam pertunjukan maestro seni Dewan Kesenian Sumatra Barat dalam Pentas Seni IV, dia jadi “bintang”. Kepiawaian Inyiak Upiak Palatiang dalam seni tradisi silat Minangkabau dan kemerduan suaranya menyanyikan dendang ciptaannya, menjadikan dia sosok yang ditunggu-tunggu penonton.
Di atas pentas, Inyiak Upiak Palatiang terlihat masih lincah. Kaki dan tangannya masih cepat bergerak cepat. Sorot matanya tajam mengawasi gerak-gerik lawan. Malam itu, Inyiak Upiak Palatiang telah memperlihatkan “magis”, filosofis, dan makna dari seorang pesilat atau pandeka (guru besar) silek tuo (silat tua) dalam tradisi Minangkabau, serta seorang maestro seni tradisi Minangkabau.
Inyiak Palatiang dalam suatu kesempatan di depan Jam Gadang pada hari Minggu 14 Desember 2003 lalu, di hadapan para pejabat dan Pengurus Besar Ikatan Pencak Silat Indonesia, menampilkan silat tua Gunung. Langkahnya gesit, tatapan matanya tajam dan waspada. Ia menghalau serangan lawan dengan elakan (gelek) dan tangkisan (tangkih). Ketika tangan lawan mengarah ke dadanya, secepat kilat ia tangkap dan pelintir dengan satu gerakan mengunci. Lawan pun dibuatnya tak berkutik. Sepertinya fisik Inyiak tak renta dimakan usia, menyaksikannya bersilat, seolah usianya baru 40-an.
Inyiak Palatiang sekarang tinggal bersama anak tertua dan cucu-cucunya di Dusun Kubugadang, Kecamatan Padangpanjang Timur, Kota Padangpanjang. Sepanjang siang ia tetap beraktivitas: membersihkan halaman rumah rumah, menyiangi padi di sawah atau berjalan ke pasar. Namun menurut pengakuan anak dan menantunya, sejak tiga tahun belakangan, Inyiak tak lagi diizinkan bekerja di sawah. Yang masih ia lakukan adalah mengurut (memijat) bila ada orang yang meminta pertolongannya. Bila tak ada kegiatan sepanjang siang, Inyiak berkeliling ke sana ke mari, ke tempat sanak saudara atau ke tempat anak cucunya yang lain di sekitar Padangpanjang dan Tanah Datar. Sering juga ia duduk-duduk di kedai berbincang-bincang dengan anak-anak muda sambil sesekali berdendang atau memperagakan gerakan-gerakat silat bila diminta. Ia memang lebih senang bergaul dengan anak-anak muda.
Inyiak Palatiang lahir tahun 1900. Selain dikenal sebagai pesilat dan pendendang yang sudah digelutinya sejak kanak-kanak, di masa lalu Inyiak juga dikenal orang kampungnya dan daerah sekitarnya sebagai dukun beranak. Selain mampu menolong seorang perempuan yang akan melahirkan, ia juga sering dimintai bantuan untuk mengobati orang yang kesulitan mendapatkan keturunan, dimintai nasehat bagi yang kesulitan mendapatkan jodoh dan memperbaiki rumah tangga yang terganggu keharmonisannya. Selain itu ia juga menguruti seseorang yang persendiannya sakit atau tulang terkilir.
Inyiak akan terlihat penuh semangat kalau diminta berdendang atau bersilat. Bagi Inyiak, silat merupakan tradisi Minang yang sangat diminati masyarakat. Dalam pandangan Inyiak, silat mengandung nilai dan filsafat yang kuat. Menurutnya, silat pada zahirnya adalah mencari kawan, dan secara batiniah mencari Tuhan. Pengertiannya, silat adalah ajang untuk silaturrahmi, memperkokoh persaudaraan, kebersamaan dan persatuan. Keberadaan seorang guru silat mampu mempersatukan banyak orang, dari mana pun mereka berasal. Jika menyebut nama sang guru, berarti mereka bersaudara.
Mencari Tuhan diterangkan Inyiak lebih jauh, maknanya, bagaimana mendekatkan diri manusia kepada-Nya. Menyadarkan orang yang berniat jahat sekaligus menyadarkan kita sendiri. “Makanya, dalam prosesi bersilat, turun ke gelanggang, berdoa kepada Tuhan dan keselamatan atas Nabi menjadi yang utama. Murid yang ingin menuntut ilmu silat pun harus memenuhi persyaratan. Misalnya mempunyai niat dan hati bersih, tidak untuk gagah-gagahan. Perlu diingat, silat bukanlah untuk membunuh orang, tetapi membunuh sifat-sifat buruk seseorang seperti busuk hati, buruk sangka, dengki, sok jagoan dan sebagainya. Begitulah hakikat silat menurut Inyiak Palatiang. Penuh dengan ajaran-ajaran untuk menuju kebaikan dan kebenaran.
Menurut Inyiak, sebagai ilmu bela diri, silat tak kalah hebat dari ilmu bela diri lainnya. Silat itu ilmu Tuhan. Runcing tapi tidak menusuk. Tajam tapi tak meyayat. Itulah salah satu filsafat silat. Dituturkan Inyiak, letak keunggulan silat tradisi Minang itu di gelek, gerakan refleks yang bagaikan kilat menyambar atau mengelak. Apa pun jenis senjata, termasuk peluru yang ditembakkan, bukanlah hal aneh dalam silat tradisi Minang. Secepat peluru melesat, lebih cepat lagi tangan menangkap. Seseorang yang sudah tinggi ilmu silatnya bisa jatuh bak kapas atau hinggap di daun seringan kapas.
Selain sebagai seorang perempuan pendekar silat satu-satunya yang masih hidup, Inyiak Upiak Palatiang juga seorang seniman yang telah menciptakan ratusan syair/lagu dendang saluang dan pantun-pantun pertunjukan randai. Ia juga adalah seorang pendendang kondang.
Lagu/ syair dendang ciptaan Inyiak yang terkenal anatara lain Singgalang Kubu di Ateh, Singgalang Gunuang Gabalo Itiak, Singgalang Ratok Sabu, Singgalang Layah, Singgalang Kariang, Singgalang Alai, Indang Batipuah, dan Parambahan Batusangka.
Sebagaimana dikatakan Musra Darizal Rajo Mangkuto (56), seniman tradisi Minang dan salah seorang murid Inyiak, “Selain telah menciptakan ratusan syair/ lagu dendang saluang dan pantun-pantun untuk randai yang sampai sekarang karya-karyanya masih dikagumi orang. Inyiak juga seorang pendendang terkenal yang penuh karisma. Pitunang (daya pikat) suaranya amat mengagumkan.”
Menurut Musra, atau yang lebih dikenal Da Katik, yang khas dari syair-syair ciptaan Inyiak, ia suka lagu-lagu ratok (ratap) atau lagu-lagu rusuah (risau hati). Pilihan kata atau sampiran pada lagu/ syair ciptaannya cerdas dan punya logika. Jika syair-syair itu didendangkan sendiri oleh Inyiak, kekuatannya menjadi lain. Garinyiak (vibra) atau pitunang suara Inyiak sangat memukau. Mendengar sura Inyiak, orang bisa tertarik, terkesima, dan jatuh hati. Sesuatu yang jarang dimiliki pendendang lain.
Sekarang, di usianya yang sangat tua, Inyiak ingin selalu bersilat dan berdendang. Sebagaimana dinyatakan anaknya, saat tidur pun ia masih sering berdendang. Bila ditantang bersilat ia masih garang. Inyiak Palatiang benar-benar adalah seorang pewaris dan pelestari tradisi Minang yang tak lekang.***
No comments:
Post a Comment