Darah dan Doa (1950) sutradara Usmar Ismail |
Mari A Pangestu berziarah ke makam Usmar Ismail |
Menparekraf, Mari Elka Pangestu bersama
dengan insan perfilman Indonesia, dalam rangka memperingati Hari Film Nasional
yang ke 64 melakukan kegiatan tabur bunga dengan berziarah ke Pusara Bapak
Perfilman Nasional, Usmar Ismail dan tokoh perfilman Soeryo Sumanto dan Djadoeg
Djajakusuma di TPU Karet Bivak, Jakarta, Minggu pagi, 30 Maret 2014. Kehadiran
Menparekraf ini mendapat apresiasi dari keluarga Alm. Usmar Ismail yang
mendampingi kegiatan tersebut.
"Hari ini (Minggu), kita semua
memperingati sebuah peristiwa penting dalam dunia perfilman Indonesia, yakni
hari lahirnya film pertama karya anak bangsa, dengan judul: Darah dan Doa karya
Bapak Usmar Ismail dan kawan-kawan. Berkat perjuangan beliau, sekarang kita
dapat menikmati suguhan film yang beragam," kata Mari usai menaburkan
bunga di pusara Usmar Ismail.
Menurut Menparekraf, perjuangan Usmar
Ismail ini perlu mendapat tindak lanjut dari generasi muda dengan terus membuat
film berkualitas, karena film dinilai sebagai salah satu titik ampuh untuk
memperkenalkan ragam budaya bangsa. Melalui film juga, masyarakat mendapat
manfaat ilmu mengenai kehidupan atau kisah cerita dalam film.
Setelah melakukan kegiatan tabur bunga,
siangnya Menparekraf menghadiri prosesi syukuran peringatan hari film dengan
pemotongan tumpeng dan pemberian penghargaan pada insan perfilman senior, mulai
dari aktris-aktor, sutradara sampai kru film senior, yang berlangsung di
Balairung Soesilo Soedarman, Gedung Sapta Pesona, Kemenparekraf, Jakarta.
Melihat demikian pentingnya peranan film
terutama dalam segi ekonomi, Menparekraf mengatakan bahwa seluruh stakeholder
film, termasuk juga pihaknya masih memiliki banyak tugas dalam mengembangkan
perfilman Indonesia, untuk tercapainya target perbandingan jumlah film
Indonesia dibanding film asing adalah 70% berbading 30%. Sementara saat ini,
keadaan di lapangan menyebutkan bahwa jumlah film Indonesia dibanding film
asing menunjukkan sebaliknya yaitu 30% film Indonesia berbanding 70% beredar
film asing.
"Hal ini merupakan kesempatan emas
bagi kita semua, untuk bersama-sama bisa meningkatkan produksi film. Tentu
disini, yang menjadi fasilitator adalah orang kreatif dan industri
perfilman," katanya lagi.
Sementara itu, mengenai pengembangan
industri film, Mari menyoroti proses penyimpanan karya film pada lembaga
sinematek. Menurutnya, proses penyimpanan arsip film di Sinematek Indonesia
masih berjalan kurang optimal dan memerlukan penyempurnaan. Karena, proses ini
dipandang penting untuk mencatat rekam jejak sejarah perkembangan film
Indonesia, sejak jaman dulu hingga sekarang.
Dilanjutkannya, film yang baik adalah
film yang bisa menjadi tontonan sekaligus tuntunan bagi masyarakat. "Kami
harap, Lembaga Sensor Film sebagai lembaga yang menetapkan status edar film
Indonesia dapat menjalankan tugasnya dengan baik," sambungnya.
Sementara itu, salah seorang anak Usmar
Ismail yang mewakili keluarga berterimakasih atas kepedulian Menparekraf dan
rombongan serta seluruh masyarakat yang peduli terhadap karya ayahnya. Dia
berharap, karya beliau pun dapat diteruskan oleh generasi muda sehingga
perfilman Indonesia pun terus berkembang.
No comments:
Post a Comment