OLEH Nasrul Azwar
Media online http://www.ranah-minang.com yang diakses sekitar 2000 user/hari melakukan jajak pendapat tentang kinerja pasangan Gamawan Fauzi-Marlis Rahman. Jajak dilakukan sejak Desember 2005 sampai Februari 2006. Sekitar 259 pemilih yang terjaring, 200 pemilih (77,22%) menyebut kinerja pasangan ini mengecewakan, 44 pemilih (16,99%) memuaskan, dan 15 pemilih (5,79%) tidak peduli.
Hal serupa pernah juga digelar tentang 5 pasang calon gubernur dan wakil gubernur yang pantas menjadi Gubernur Provinsi Sumatra Barat. Saat itu, 104 pemilih (42,28%) menjatuhkan pilihannya kepada pasangan Gamawan Fauzi-Marlis Rahman mengugguli 4 (empat) pasang calon lainnya. Yang mengesankan adalah hasil jajak pendapat ini ternyata tak meleset jauh hasil perolehan suara masing-masing kandidat yang bersaing dalam pilkadal 27 Juni 2005 lalu.
Besarnya persentase yang pilihan user pada opsi “mengecewakan”, tentu sesuatu fenomena faktual yang perlu disikapi secara kritis, walau latar belakang pemilih sulit dilacak keberadaannya dan bukan obsolut representasi masyarakat Sumatra Barat. Untuk itu pula, galibnya media massa sebagai salah satu ranah publik, secara faktual jajak pendapat berkaitan dengan salah satu fungsi media-massa untuk menjalankan fungsinya sebagai lembaga kontrol serta pertanggungjawan sosial pada audiencenya.
Selain itu, juga berkaitan dengan asumsi dasar bahwa user yang berpartisipasi dalam jajak pendapat sebelumnya tentang pasangan yang pantas menjadi Gubernur Sumatra Barat, perlu kiranya jajak pendapat itu di-follow up. Diupayakan, pertanyaan dalam jajak pendapat keduanya saling berkaitan, tatapi yang kedua ini lebih kepada semacam koreksi terhadap kinerja dan performance pemerintahan kedua pasang yang dipilih rakyat Sumatra Barat.
Alasan yang argumentatif jajak pendapat dilakukan jelas tidak memiliki pretensi dan kepentingan apapun. Jajak pendapat sangat mungkin dilakukan mengingat sebagian besar user atau pengakses situs ini adalah masyarakat yang secara psikologis-emosional dan geneologis berkaitan dengan Sumatra Barat atau ranah Minang, serta tentu saja memiliki kepedulian dengan ranah Minang.
Uniknya, jajak pendapat ini user dipersilakan juga untuk mengomentari terhadap kinerja Gamawan Fauzi-Marlis Rahman. Tentu saja, komentar yang muncul itu sesuai dengan opini, pengalaman, dan latar belakang pendidikannya. Terbukanya kesempatan bagi user berkomentar, membuat jajak pendapat menjadi berbeda dengan jajak pendapat yang dilaksanakan pihak lain selama ini. Untuk diketahui, sampai saat ini pasangan Gamawan Fauzi-Marlis Rahman telah memasuki 191 hari kerja semenjak dilantik pada 15 Agustus 2005.
Namun demikian, inilah fakta yang berhasil dihimpun dari 14 komentar itu, mencuat pelbagai pendapat tentang kinerja pasangan ini. Paling tidak, dari komentar yang dituliskan user di pada kolom “komentar”, dapat disimpulkan sebagian besar user menyebutkan belum ada program konkret seperti dijanjikan dalam kampanye dulu dan program yang sifnifikans, terarah, gebrakan yang konseptual, dan masih belum jelasnya siapa yang menduduki posisi-posisi strategis di pemerintahan pasangan ini. Selain itu, program kedua pasangan ini masih berkutat pada soal-soal remeh temeh yang sesungguhnya tidak perlu dilakukan setingkat gubernur.
Selain itu, menyangkut keterkaitan dengan pencanangan pemerintah tentang tahun 2006 sebagai tahun budaya, tampaknya pasangan ini kurang tanggap. Kurang tanggap ini dapat dibaca dalam APBD tahun 2006, baik arah, kebijakan, program, peristiwa-peristiwa budaya yang dibuat instansi pemerintah Provinsi Sumatra Barat.
Akan tetapi, user tetap menaruh harapan kepada pasangan ini dengan memberi catatan “khusus” agar elemen-elemen lembaga publik, cendekiawan, intelektual, institusi legislatif, dan masyarakat Sumatra Barat, baik yang berada di ranah Minang maupun di rantau, dan lain sebagainya untuk tetap mengawasi dan “mengingatkan” jika kebijakan gubernur ditenggarai merugikan rakyat.
Salah seorang user berkomentar, belum terlihat adanya keinginan Gawaman-Marlis untuk menciptakan good government, pemerintahan yang bersih, pemerintahan yang dapat diawasi oleh masyarakat yang mereka pimpin, pemerintahan yang lebih mengutamakan kepentingan masyarakat. “Karakter orang Minang sudah bergeser. Keinginan untuk mengkritisi pemegang kekuasaan, sepertinya sudah tidak ada atau sangat jauh berkurang. Masyarakat suka mencari aman, berusaha mendekatkan diri dengan pemegang kekuasaan, berharap datangnya proyek. Tidak ada yang dapat diharapkan dari lembaga legislatif yang semakin adem tanpa gejolak karena berebut mencari lahan, berebut bikin kaukus,” katanya.
Menariknya, semenjak dibukanya jajak pendapat di http://www.ranah-minang.com hingga artikel ini ditulis, opsi “mengecewakan” ini terus berada diperingkat teratas dan tak pernah bergeser. Indikator ini tentu sangat menarik dicermati lebih lanjut. Paling tidak jika kita mencoba mengaitkannya dengan perjalanan 191 hari (sampai saat kini) pasangan Gamawan-Marlis sebagai pemimpin Sumatra Barat.
Jika melihat kondisi semenjak pasangan ini dilantik pada tanggal 15 Agustus 2005 lalu dan dikaitkan dengan hasil jajak pendapat, yang 77.22% responden mengatakan “mengecewakan” tentu dapat dimaklumi..
Gubernur Sumatra Barat yang hadir sekarang dalam pengertian reformasi kultural, hukum, politik, sosial, dan tuntutan hadirnya tatanan good local governance reform, sangat beda dengan pola dan sistem politik gubernur terdahulu. Seratus sembilan puluh satu hari mestinya telah terjadi perubahan yang sangat signifikan di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatra Barat itu sendiri, dan ternyata masih jauh panggang dari api.***
No comments:
Post a Comment