KODE-4

Friday, February 16, 2007

Ribut Prakongres Kebudayaan Minangkabau

OLEH Nasrul Azwar

Pada tanggal 18 Juli 2005, Penjabat Gubernur Sumatra Barat, M Thamrin, mengeluarkan surat keputusan (SK) tentang pembentukan tim persiapan dialog/kongres kebudayaan Minangkabau 2005 bernomor surat 430-246-2005. Surat itu memutuskan sejumlah 36 orang sebagai tim untuk persiapan kongres kebudayaan Minangkabau itu. Tercantum Dr. Nusyirwan Effendi, MA sebagai ketua pelaksana yang juga menjabat Kepala Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisi Padang (BKSNT) dan Darman Moenir sebagai sekretaris dari sastrawan Museum Negeri Padang (sesuai yang tertulis dalam SK itu). Posisi ketua dan sekretaris—sebagai mana umumnya organisasi atau panitia yang dibentuk—merupakan posisi yang strategis dan decision maker. Artinya, kedua orang ini adalah orang “dapur” dan “tuan rumah” yang akan menentukan menu apa yang mesti disajikan untuk para “tamu” dan sekaligus siapa saja yang mesti diundang untuk menyantap sajiannya.

SK penjabat gubernur Sumatra Barat telah diterbitkan. Dalam SK itu memuat 2 poin pertimbangan, 8 poin mengingat yang mengacu pada Undang-undang, peraturan-peraturan, dan keputusan Gubernur Sumatra Barat, serta 5 poin sebagai ketetapan. Masyarakat tidak pernah mengetahui bagaimana proses dan mekanisme terbitnya SK itu. Apakah SK itu diterbitkan berdasarkan pertemuan, diskusi, atau seminar sekalipun yang difasilitasi institusi terkait Pemerintah Provinsi Sumatra Barat dengan melibatkan semua insitusi yang terkait serta budayawan dan seniman yang ada di daerah ini, sebagian besar tidak pernah mengetahuinya. Padahal, dalam SK itu dicantumkan dalam poin keempat menyangkut ketetapan bahwa segala pembiayaan yang ditimbulkan sebagai akibat SK itu dibebankan kepada APBD Provinsi Sumatra Barat tahun anggaran 2005. Pertanyaan tentang berapa alokasi dana yang dikucurkan untuk kongres, itu yang belum kita ketahui? Dalam SK tersebut, kongres ini merupakan proyek dari Kegiatan Pengembangan dan Sosialisasi Nilai Tradisional Bahasa dan Kesusastraan Daerah. Artinya, ini merupakan proyek dari Dinas Pariwisata, Seni, dan Budaya Provinsi Sumatra Barat. Maka, 50% dari nama-nama yang tercantum dalam SK itu adalah pegawai instansi tersebut dan ditambah 3 orang yang berada dalam instansi UPTD Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya, seperti Taman Budaya dan Museum.

Lalu apa sih yang ingin dicapai dari Kongres Kebudayaan Minangkabau 2005 itu? Apakah kita masih ingat ketika Kongres Kebudayaan V yang digelar pada 19-23 Oktober 2003 di Bukittinggi menuai kritik keras karena dinilai telah melecehkan budayawan dan seniman yang ada di Sumatra Barat dengan alasan tidak dilibatkan, baik dalam proses dan mekanismenya maupun sebagai pembicara. Saat itu seniman dan budayawan—terutama Darman Moenir sendiri—meregang mariah sekuat-kuatnya melontarkan kritikan, termasuk di depan Fachri Ahmad, Wakil Gubernur Sumatra Barat saat itu, yang bersangkutan menyoal nama yang salah ketik dalam undangan pertemuan juga mengenai . Tak sampai di situ, lontaran itu juga dimuat di suratkabar dan juga dunia maya. Lantas, apakah hal serupa bakal terjadi lagi di Kongres Kebudayaan Minangkabau 2005, yang menurut Darman Moenir, Sekretaris Tim, belum ditetapkan jadwalnya? (Saya belum dapat informasi apakah rapat tim pada tanggal 3 Agustus 2005 termasuk mengagendakan jadwal ini).

Manyuruak di Lalang Salai

Jika kita mau merunut ke belakang, sebenarnya banyak hal yang sangat aneh, ganjil, dan malah lucu-lucu menyangkut komentar-komentar yang muncul saat hiruk pikuk penyelenggaraan Kongres Kebudayaan V itu, termasuk—tentu saja—komentar-komentar orang-orang yang merasa berkepentingan di dalamnya tetapi tidak disertakan. Saat itu mencuat stigma budayawan “plat merah”.

Kini, Kongres kebudayaan Minangkabau 2005 namanya, akan dilaksanakan di Sumatra Barat. Dari proses pembentukan dan terbitnya SK Penjabat Gubernur Sumatra Barat itu, bagi saya, tidak jauh beda dengan pola dan mekanistik serta cara kerja Kongres kebudayaan V. Kongres Kebudayaan V yang dituding, dikecam, dan dikritik oleh para budayawan, seniman, dan sastrawan daerah ini saat itu serta merta menyentakkan naluri purba manusia saat persoalan serupa juga tengah berlangsung dalam proses pembentukan tim Kongres Kebudayaan Minangkabau 2005. Nama-nama yang tertera dalam SK adalah sebagian dari orang-orang yang saat Kongres Kebudayaan V digelar, berteriak lantang, keras, dan mengeluarkan pelbagai kecaman yang dihadapkan kepada Pemerintah Provinsi Sumatra Barat dan juga panitia.

Terbitnya SK itu sudah dapat dipastikan berawal dari masukan atau usulan dari segelintir—malah mungkin satu atau dua orang saja yang mengatasnamakan budayawan, seniman, akedemisi, atau institusi terkait—ke Penjabat Gubernur Sumatra Barat. Usulan inilah—dugaan saya—yang dijadikan acuan bagi Penjabat Gubernur Sumatra Barat untuk mengeluarkan SK itu. Di sinilah duduk perkaranya!

Alangkah sangat naifnya jika proses pembentukan tim itu tidak pernah disosialisasikan secara transparan, terbuka, dan terarah, dan cuma barangkali diketahui tak lebih 5 orang saja. Yang pasti, beberapa lembaga terkait atau individu yang selama ini bertungkus lumus dengan persoalan kebudayaan Minangkabau—sepanjang informasi yang saya dapat—tidak mengetahui akan digelarnya Kongres Kebudayaan Minangkabau 2005 ini. Melihat gejala-gejala seperti ini, pertanyaannya adalah tentu saja dapat dikatakan bahwa proses pembentukan tim itu telah salah jalan, tidak beres, dan pantas digugat kembali.

Karena salah jalan dan tidak beres itu pula—saya memperoleh informasi—dua orang yang namanya tercantum telah menyatakan tidak bersedia ikut dalam tim yang di-SK-an itu. Ketidakbersediaan dua orang ini merupakan indikator memperkuat dugaan saya bahwa memang pembentukan tim ini tidak selaras proses yang sebenarnya. Tepatnya, memang tidak beres.

Memang pada akhirnya, semua hal yang menyangkut publik tidak bisa dilakukan dengan menyuruak di lalang salai, karena lalang salai tak mampu menyembunyikan tubuh manusia yang besar. Kini, semua akan terlihat jelas siapa yang sesungguhnya bersembunyi di balik lalang (baca: SK) itu. Entahlah, atau mungkin juga dia akan berpindah manyuruak ka batang beringin yang rimbun.***

No comments:

Post a Comment