KODE-4

Wednesday, June 13, 2007

Wisran Hadi: Dari Perupa ke Teater



OLEH IVAN ADILLA, Fakultas Sastra Unand

Wisran Hadi (Lapai, Padang, 27 Juli 1945) merupakan seniman yang aktif dalam beberapa bidang kesenian, namun karirnya yang menonjol adalah di bidang sastra dan teater. Ia juga dikenal sebagai budayawan.

Wisran Hadi merupakan anak ketiga dari tiga belas bersaudara yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang taat pada agama. Ayahnya, Haji Darwas Idris (Hadi) adalah imam besar mesjid Muhammadiyah, Padang, ahli hadis dan tafsir serta penggagas dan pendiri Fakultas Syariah Universitas Muhammadiyah, Padang. Pendidikan dasar hingga menengah ia jalani di Padang dengan menyelesaikan Sekolah Rakyat, Sekolah Menengah Pertama Negeri dan Sekolah Guru Agama. setelah itu ia melanjutkan studinya di Akademi Senirupa Indonesia (ASRI) dan tamat pada tahun 1969.Berbagai profesi pernah ia jalani, seluruhnya berkait dengan dunia pendidikan dan jurnalistik. Tamat dari ASRI, ia menjadi guru di Sekolah Seni Rupa Indonesia (SSRI) (1970-1971), dan INS Kayu Tanam (1971-1978). Setelah itu ia bekerja sebagai staf redaksi HarianSinggalang (1979-1983), Sekretaris Eksekutif dan dosen di Akademi Pariwisata Bunda, Padang (1983-1985), dosen luar biasa Fakultas Sastra Universitas Andalas (1985-1995), dan redaktur majalah kebudayaan Minangkabau Limbago (1987-1989) , serta dosen luar biasa Fakultas Sastra Universitas Bung Hatta (1996-1998). Tahun 1997-2001, ia merintis dan menjadi dosen luar biasa di Fakultas Pertanian Universitas Andalas untuk mata kuliah Adat dan Kebudayaan Minangkabau, sebuah mata kuliah muatan lokal yang diharapkan memberikan pemahaman bagi mahasiswa tentang masyarakat dan kebudayaan Minangkabau. Pada Mei 2001 diundang sebagai Ahli Panel Penilai Luar dan sejak Juli 2001 hingga sekarang sebagai Pensyarah di Akademi Seni Kebangsaan Malaysia di Kuala Lumpur. Sembari mengajar ia juga terlibat sebagai penata artistik dan sutradara beberapa pementasan serta memberikan workshop untuk teater modern di berbagai negara bagian di Malaysia.

Wisran Hadi telah menerima berbagai penghargaan dan beasiswa atas prestasinya sebagai sastrawan dan teaterawan. Di antara penghargaan yang telah diraihnya adalah SEA Write Award , peghargaan sastra tertinggi untuk Asia Tengrara dari Raja Thailand, (2000), International Writing Program di The University of Iowa, Iowa City, Amerika Serikat (1977-1978), Observasi teater Modern di New York atas sponsor Asian Cultural Council (1978). Sponsor yang sama mengundangnya melakukan Studi Perbandingan Teater Modern Amerika dan Jepang (1986-1987), Penghargaan Penulisan Sastra dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia (1991).

Karirnya di bidang seni dimulai dari bidang seni rupa, saat ia melanjutkan studi di Akademi Senirupa Indonesia (ASRI), Yogyakarta. Sejak mahasiswa ia mengikuti pameran bersama di Malang (1967), Surakarta (1968) dan Taman Ismail Marzuki (1969). Setamat dari ASRI ia kembali ke Padang dan melanjutkan karirnya sebagai perupa dengan menggelar beberapa pameran yang diselenggarakan di Padang (1970; 1971; 1973; 1975). Beberapa iven senirupa yang pernah diikutinya dalah Pameran Perupa Sumatra Barat (Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 1976), Pameran Pelukis Sumatra (Balai Budaya dan Taman Ismail Marzuki, Jakarta,1976), Bienalle Perupa Indonesia (Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 1976), Pameran Lukisan Wisran Hadi (Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, 1976). Karya senirupanya cukup mendapat perhatian sehingga beberapa karya menjadi koleksi Dewan Kesenian Jakarta. Dalam kapasitasnya sebagai perupa, Wisran beberapa kali terlibat sebagai penata artistik untuk beberapa pementasan. Di antaranya, pementasan Bagindo Aziz Chan karya Chairul Harun (1972), drama-tari Malin Kundang karya Hurijah Adam (1972), dan Angun Nan Tongga karya A. Chaniago HR (1973). Ia juga merancang desain untuk monumen Bangindo Azis Chan (Padang, 1973), Relief Perjuangan Kemerdekaan (Bukittinggi, 1974) serta disain sampul untuk buku puisi Siul (Abrar Yusra, 1975) dan Paco-Paco (Hamid Jabbar, 1975).

Pada periode selanjutnya Wisran Hadi memfokuskan kegiatan di bidang teater dan sastra. Pengenalan Wisran Hadi dengan teater bermula dari pergaulan dan perkenalannya dengan Putu Wijaya, Arifin C.Noer, Abdul Hadi WM, Chairul Umam dan Rendra yang merupakan para penggiat dan anggota kelompok teater mahasiswa di Yogyakarta. Bekal itu kemudian dikembangkannya saat membimbing siswa SSRI untuk menyiapkan sebuah pementasan dalam rangka kegiatan sekolah. Setelah itu ia bergabung dengan Bengkel Teater Padang (1972-1973), Study Teater Padang (1973-1974), dan Teater Padang (1974-1975). Pada 10 November 1975, Wisran Hadi dan beberapa sastrawan (Hamid Jabbar (alm.), Raudha Thaib, Haris Effendi Thahar, Darman Moenir, A. Alin De dan Herisman Is) mendirikan Bumi Teater, yang kegiatannya mencakup bidang sastra, senirupa, teater dan musik. Hingga saat ini Wisran Hadi merupakan pimpinan, sutradara dan penata artistik di grup tersebut. Bersama Bumi Tetaer, Wisran Hadi telah melakukan pertunjukan di berbagai kota di Indonesia dan beberapa negara tetangga, seperti Padang, Medan, Jakarta, Yogyakarta, dan Kuala Lumpur. Sepanjang 28 tahun bersama Bumi Teater, setidaknya Wisran Hadi telah menyutradarai 30 pertunjukan teater yang dipentaskan grup tersebut, sehingga Bumi Teater sering didentikkan dengan Wisran Hadi.

Di bawah asuhan Wisran Hadi, Bumi Teater tumbuh sebagai kelompok yang diperhitungkan dan disegani di panggung teater Indonesia. Bumi Teater merupakan grup teater tertua di luar Jawa yang masih aktif dan selalu diundang untuk tampil dalam berbagai iven teater di Indonesia. Karya penyutradaraan Wisran Hadi mendapat perhatian dari banyak pengamat dan pencinta teater Indonesia, sehingga ia sering diundang untuk menyampaikan pikiran dan pandangannya dalam berbagai forum teater. Untuk pementasan yang disutradarainya, Wisran Hadi mengeksplorasi aneka khazanah budaya dan filsafat masyarakat Minangkabau menjadi pertunjukan modern. Ia memanfaatkan dan mengolah kembali berbagai konsepsi dalam permainan randai, indang, selawat dulang, mainan buaian kaliang (komedi putar) hingga musik talempong, genggong dan tasa. Ia juga mengembangkan konsep filsafat Minangkabau tentang posisi dan peran manusia sebagai dasar pengolahan peran di panggung teater modern. Konsep penyutradaraannya diformulasikan dalam bentuk esei yang disampaikan dalam Forum Pertemuan Teater 1986 di Padang dengan judul ‘Teater Demokratik, Pembicaraan Awal Sebuah Konsepsi'. Esei itu merupakan sumbangan berharga terhadap perkembangan konsep teater di Indonesia. Konsep itu merupakan sumbangan berharga yang disampaikannya dalam sebuah makalah merupakan sumbangan pikiran yang berharga dalam perkembangan teater di Indonesia.

Di antara hal yang menonjol dari karya teater Wisran Hadi adalah pilihannya terhadap bentuk simbolik, permainan grouping dan konsistensinya mempertahankan etika keagamaan dalam setiap pementasan. Latar belakang pengetahuan dan pengalamannya sebagai perupa memberikan sumbangan besar dalam melakukan berbagai alternatif untuk teater simbolik yang dikembangkan Wisran Hadi. Pilihan itu sekaligus memungkinkan ia secara konsisten mempertahankan etika keagamaan dengan menghindari adegan-adegan yang dianggap tabu atau tidak sesuai dengan etika agama (Islam) dan mengubahnya ke dalam bentuk simbolik. Pilihannya terhadap permainan grouping merupakan pengembangan dari konsep randai yang dipandangnya sebagai bentuk teater demokratik. Namun pilihan itu juga dikritik oleh beberapa kalangan karena dianggap tidak mampu melahirkan aktor yang kuat.

Beberapa pementasan yang disutradarai Wisran Hadi mendapat komentar yang luas dari berbagai kalangan karena dianggap kontroversial. Pertunjukan Imam Bonjol (Padang, 1982 dan Jakarta, 1995) mendapat komentar dari budayawan, pengamat seni, sejarawan hingga pemerintah daerah yang disampaikan di berbagai media massa dan forum diskusi. Setidaknya terdapat 40 komentar terhadap pertunjukan tersebut, merupakan jumlah yang besar untuk sebuah sebuah pertunjukan teater. Pementasan lain yang juga dipandang menimbulkan kontroversi adalah Puti Bungsu (1978), Dara Jingga (1984), Senandung Semenanjung (1986), sedangkan pementasan Mandi Angin (1999) dipuji karena memberikan alternatif yang menarik dan menyegarkan dengan memanfaatkan komedi putar untuk pementasan teater. Selain aktif dengan teater modern, Wisran juga terlibat dengan teater tradisional randai. Ia pernah bergabung dengan grup randai Bintang Harapan , Cahaya Baru , dan Muda Sepakat sebagai penasehat dan penulis naskah.

Kecuali pada masa awal karirnya, hampir seluruh pementasan yang disutradarai Wisran Hadi bertolak dari naskah yang ditulisnya sendiri. Wisran Hadi merupakan penulis naskah yang menonjol dan tetap produktif. Hingga saat ini ia telah menulis sekitar 90 naskah drama, daalam bahasa Indonesia dan Minangkabau. Ia satu-satunya penulis yang memenangkan hadiah sayembara penulisan naskah drama Dewan Kesenian jakarta selama 10 tahun berturut-turut, sejak 1975-19..... Hingga saat ini 15 naskah dramanya memenangkan hadiah Sayembara Penulisan Naskah drama......, yaitu....... Hal yang menonjol dari drama-drama Wisran adalah bahasanya yang puitik dan bentuk parodi yang dipilihnhya. Drama-dramanya terakhir memperlihatkan kecenderunganya untuk mempermainkan kata-kata dengan berbgai kemungkinan maknanya. Misalnya Jalan Lurus dan Mandi Angin.

Beberapa penghargaan yan diraihnya, Hadiah buku utaa dari Yayasan IKAPI dan Depatemen Pendidikan nasional untk novel Tamu (1997), Hadiah Buku sastra Terbaik untuk kategori Drama dalam Pertemuan Sastrawan nusantara untuk Jalan Lurus (1997), Pemenang Sayembara Penulisan Naskah Sandiwara Indonesia untuk naskah Gading Cempaka (1996) dan drama anak-anak Mama Di Mana (1996). Selama sepuluh tahun berturut-turut, antara 1975-1985,, naskah dramanya memenangkan penghargaan Sayembara Penulisan naskah Sandiwara Indonesia yang dilaksanakan Dewan kesesnian Jakarta atas naskah Gaung, Ring, Perguruan, Cindua mato, malin Kundang, Pewaris, Anggun nan Tongga, Peneyberangkan, Senandung Semenanjung, dan Imam Bonjol.

Drama yang terlah diterbitkan menjadi buku: Empat Sandiwara Orang Melayu (Bandung: Angkasa, 2000), Mandi Angin (Padang, Dewan kesenian Sumatra Barat, 1999), Jalan Lurus (Bandung: Angkasa, 1997), Baeram, Kumpla 8 drama Pendek (Jakarta: Depatemen Pendidikan dan Kbudayaaan, 1982), Titian (Jakarta: Departemen Pendidikan dan kebudayaan,1982), Pewaris (Jakarta: Departemen Pendidikan dan kebudayaan,1981), Perantau Pulau Puti (Jakarta: Departemen Pendidikan dan kebudayaan,1981), Anggun Nan Tongga (jakarta: Balai Pustaka, 1982), Puti Bungsu (Jakarta: Pustaka Jaya, 1978). Sejak 1971, hampir 50 naskah dramanya telah dipentaskan. Ia menyutradarai sekitar 20 perteunjukan yang dipentaskan bersama beberapa grup teater dan telah melakukan pertunjukan ke berbagai kota di Indonesia dan negra tetanga. Selain itu ia juga memasuki dunia film sebagai pemain, penulis skenario dan sutrdara. Di antara skenario yang telah difilmkan adalah jangan ada yang terbuang (balai pusat Informasi Pertraian, Padang, 1982), Anggun nan Tongga ( Televisi Republik Indonesia, 1983), Cindua Mato (TVRI, 1998), Empat lakon Perang paderi (TVRI, 2004), juga berbperan sebagai Teman harun dalam Titian Seranbut dibelah lTujuh, (Sutadara Chairul Umum, 1982). Dam Bujang Se;aat. Film dkomenter Cindu mato (sutradara, Khaterine Sternger Fry, Ketty Production, Canada, 1985).

Selain menulis drama, wisran juga menulis puisi, cerita pendek dan novel. Puisinya dikumpulkan dalam Simalakama (Ruang Pendidik INS, Kayu Tanam, 1975). Cerita pendeknya dipublikasi pada Harian Singgalang, Kompas, Media Indonesia, Republika, dan majalah sastra Horison (Jakarta) serta majalah kebudayaan Minangkabau Limbago (Padang). Kumpulan cerpennya yang telah terbit, Daun-Daun Mahoni Gugur Lagi ( Fajar Bhakti Sdn Bhd. Kuala Lumpur,1998), Guru Berkepala Tiga (Balai Pustaka, Jakarta), serta dalam antologi Pembisik (Penerbit Republika, jakarta). Beberapa novelnya juga telah diterbitkan. Novel pertamanya, Tamu (Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 1996) meraih penghargaan dari Yayasan Buku Utama. Novelnya yang lain adalah Orang-Orang Blanti (Yayasan Citra Budaya Indonesia, Padang), Negeri Perempuan (Pustaka Firdaus, jakarta), Imam (Pustaka Firdaus, Jakarta). Dari Tanah Tepi (diterbitkan secara bersambung pada Harian Singggalang 15 Maret -20 Mei 1998). Novel WH memiliki corak penceritaan yang tidak banyak dilakukan pengarang lain. Iman dan Orang-orang Blanti mengambil pola biografi dan catatan harian yang bercampur baur dengan bentuk penulisan karya ilmiah. Wisran merupakan sedikit dari sastrawan yang mampu menulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Tuulisannya dalam bahasa Minangkabau berupa kisah serial bertajuk Jilatang, dipublikasi dalam bentuk kolom di harian Padang Ekspress. Selain itu ia juga menulis beberapa naskah randai berbahasa Minang.

Wisran Hadi juga dikenal sebagai pemikir kebudayaan dengan pikiran yang bernas dan kritik yang lugas. Sebagai pemikir budaya, ia sering diundang menyampaikan makalah tentang masalah kebudayaan dan seni di berbagai forum di jakarta, Bandung, Yogyakarta dan Kuala Lumpur. Pemikirannya tentang kebudayaan juga dilahirkan dalam bentuk esei dan artikel yang dimuat di berbagai media massa dan majalah.***

1 comment:

  1. Blog oficial Wisran Hadi berada di wisranhadi.wordpress.com

    ReplyDelete