Logas, jadi episode tragedi yang mengerikan ! Kawasan ini sebagian besar terdiri dari rawa belantara. Tak banyak didiami manusia. Kepadatan penduduk peladang cuma sekitar sepuluh jiwa tiap kilometer persegi. Curah hujan di jantung pulau Sumatera itu cukup tinggi sehingga tidak bisa dipertahankan lahan kering untuk pertanian. Hutan lebat ini dihuni harimau, rusa, beruang, babi, biawak, beruk, kera, babi, ular dan bermiliar nyamuk malaria.
Waktu Jepang menjajah Indonesia yang cuma tiga tahun lima bulan (Maret 1942 dan Agustus 1945), setelah berjaya dalam perang Pasifik, Asia Timur Raya, waktu perang dunia kedua berkobar awal tahun 1939 Orang dipaksa datang kesini membangun jalan kereta api. Orang kita yang ke Logas umumnya penduduk kampung berpendidikan rendah atau buta huruf. Mereka tidak bisa merekam riwayat pilu dan menakutkan di tengan belantara itu. Beda dengan tawanan Belanda dan Barat lainnya, mereka banyak kaum terpelajar. Kendati sama-sama kerja paksa, namun mampu mencatat berbagai peristiwa pilu di “neraka” ini, setidaknya ingat di luar kepala.
Berjubel kasus dramatis mereka rekam.. Seorang tawanan teknisi kereta api Belanda yang juga kerja di sini Ir. Mijer menyimpulkan, sekitar satu tahun, orang seperti tidak pernah tertawa. Sepanjang hari berdukacita melepas belasan rekan yang tewas. Karena tidak mampu menahan siksaan, malah ada yang berdoa semoga Tuhan cepat menjemput. Di antara tawanan Belanda yang terlibat kerja paksa di Logas, terdapat Henk. Neuman Dia sudah dua kali (tahun 1976 dan 1981) napak tilas mengunjungi tempat-tempat perkemahannya di daerah Riau. Neuman dan kawan-kawan juga mengunjungi penjara
Melepas Belenggu
Dalam perang dunia kedua, berkat keperkasaan Jepang, berhasil melepas belenggu penjajahan Barat di beberapa negara Asia Tenggara sehingga kemudian menjadi negara merdeka, seperti Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand. Pukulan terakhir Jepang terhadap Sekutu terjadi 8 Maret 1942 di Laut Jawa. Tentera Belanda KNIL (Koningkelijke Nederlandsch Indisch Lager) mendapat serangan hebat dan menyerah. Semua orang Barat jadi tawanan. Baru 3,5 tahun, Jepang, Minggu kedua Agustus 1945 bertekuk lutut pada Sekutu Amerika, Inggris, Perancis dan Belanda. Jepang mengingkari sumpahnya: “Dari pada menyerah kepada musuh, lebih terhormat harakiri, atau bunuh diri”...
Mitra Jepang dalam perang yang dahsyat ini adalah negara kuat nun di
Hampir tidak ada lagi orang kita yang jernih ingatannya mengenang Logas, walau dia mengalami kekejian. Peristiwanya berproses sejak tahun 1943. Jika waktu itu mereka yang ikut kerja paksa berusia sekitar 20 tahun, berarti kalau masih hidup, kini berusia 80 tahun, Usia sepanjang itu suatu mukjizat yang patut disyukuri, sebab jasmani dan rohaninya mengidap aneka penderitaan tiada tara, malaria tropika-tertiana, tipus, disentri, korengan bernanah, biri-biri, atau lumpuh. Banyak pula penderita tbc (tuberculose),.atau. mendapat gangguan jiwa. Mereka berbulan-bulan hidup di alam buas dengan siksaan fisik.
Ditangkap paksa
Di Sumatera Barat rekrutmen tenaga kerja dilakukan terhadap pria dewasa dari seluruh desa melalui Kapalo Nagari.. Atau menjaringnya dengan mengepung bioskop waktu pertunjukan usai di kota-kota seperti
Hujan panas harus ditahan. Sama sekali tidak diberi kesempatan pulang pamit dengan keluarga. Yang terbawa hanyalah pakaian yang lekat di badan. Sebagian besar memang tidak pulang-pulang lagi. Mati tidak tahu kuburnya, hilang tidak tentu rimbanya.
Setelah apel di pagi yang masih dingin, semua harus kerja keras mulai pukul 07.00, didahului sarapan ala kadar, umumnya singkong rebus. Nyaris tidak ada kopi untuk menghangatkan tubuh. Siang pun setelah bekerja enam jam tidak diberi makan secukupnya. Dengan perut keroncong, kerja dilanjutkan sampai menjelang senja, atau sekitar 10 jam sehari. Selagi bekerja tak boleh minum walau panas terik. Air minum yang dimasak diambil dari rawa, warnanya keruh sama dengan air yang diberi teh
Setaat-taat beribadah, jangan diharap dapat menunaikan shalat wajib
No comments:
Post a Comment