KODE-4

Thursday, June 21, 2007

Waktu Batu: Tradisi Teater Rangkap Tiga


Pementasan Teater Garasi Yogyakarta
OLEH SAHRUL N
Bicara tentang identitas teater Indonesia hari ini, maka kita akan bicara tentang tiga tradisi teater, yaitu tradisi Timur, tradisi Barat, dan tradisi Timur Barat. Masing-masing tradisi teater ini memiliki bentuk dan konsep sendiri dalam menyampaikan gagasan di panggung pertunjukan. Tradisi Timur dan tradisi Barat memiliki pakem yang jelas dan terstruktur dengan baik serta memiliki penonton yang jelas. Sementara tradisi Timur Barat bisa diolah dalam bentuk eksperimentasi-eksperimentasi, sehingga daya ungkapnya lebih universal. Akan tetapi bagi Teater Garasi Yogyakarta yang melakukan pementasan di STSI Padangpanjang pada tanggal 31 Maret 2003 dengan judul “Waktu Batu (Ritus Seratus Kecemasan dan Wajah Siapa Terbelah?)” mencoba menghilangkan dikotomi Barat dan Timur dan identitas hanyalah proses untuk menuju pada ketegangan kreativitas. Semua bentuk adalah tradisi. Masa lalu, masa kini, masa datang adalah tradisi dan Waktu Batu adalah tradisi rangkap tiga.

Perubahan identitas yang terus berlangsung di panggung teater Indonesia diakibatkan oleh interaksi dua budaya atau lebih yang berbeda sehingga menjadi bentuk baru yang berbeda dengan budaya dari masing-masing yang berinteraksi. Teater dengan konsep baru hanya akan terwujud jika pendukungnya dengan berani dapat melepaskan diri dari kefanatikan etnis. Teater tradisi dan modern hanyalah ciri fisikal yang bisa memperkaya suatu penampilan pentas, akan tetapi bukan tujuan dan bukan pula syarat.
Merujuk konsep Teater Garasi yang menganggap identitas hanyalah proses ketegangan identifikasi, bisa ditangkap makna bahwa teater harus memiliki daya jelajah kreativitas yang tinggi, bermain dalam ketegangan imajinasi, ketegangan ekspresi, dan penjelajahan komunikasi. Kreativitas memiliki sifat keaslian (originality), kelancaran (fluency), kelenturan atau fleksibilitas (flexibility), dan elaborasi (elaboration), yaitu kemampuan untuk melengkapi detil atau bagian-bagian pada suatu konsep atau pengertian. Di samping itu kreativitas juga harus memiliki fungsi sebagai merumuskan kembali (redefinition) dan sensitivitas (sensitivity). Pada hakekatnya kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru dalam bentuk gagasan atau karya, atau bahkan tanggapan, secara lancar, luwes dan lengkap serta rinci.
Kreativitas bukan monopoli seniman saja, namun juga keharusan bagi setiap orang untuk memilikinya. Penonton teater memiliki fungsi sebagai penikmat yang menerima tawaran-tawaran baru yang dihadirkan dari hasil kreativitas seniman. Penonton yang tidak kreatif hanya akan melahirkan benturan pemaknaan yang tidak memiliki referensi.
Sebagai hasil imajinasi, teater atau karya seni lainnya tidak bisa dianggap sebagai sesuatu yang berdusta dan juga tidak bisa dianggap sebagai sesuatu yang benar, bila dikaitkan dengan realitas kongkret. Kebenaran realitas adalah kebenaran yang betul-betul terjadi, sementara kebenaran seni adalah kebenaran imajinasi. Kebenaran imajinasi hanyalah cerminan dari kebenaran realitas dan bukan kebenaran realitas itu sendiri.
Ekspresi dan komunikasi dalam teater berhubungan dengan perilaku manusia dan kepuasan terpenuhinya kebutuhan pikiran dan perasaan manusia tersebut dengan apa yang mereka saksikan. Masyarakat penonton seni atau pecinta seni sebelum datang menonton pementasan seni akan membawa horison harapan terhadap apa yang akan ditonton. Pikiran dan perasaan telah membentuk frame tersendiri, sehingga ketika apa yang mereka tonton tidak sesuai dengan horison harapannya, maka akan timbul respon baik negatif maupun positif.
Komunikasi seni berfungsi sebagai jembatan dalam menyatukan pikiran penonton dengan apa yang ditonton. Pementasan yang baik mampu masuk ke wilayah pikiran dan perasaan penonton, sehingga tanggapan muncul dalam bentuk sanggahan maupun pernyataan sikap yang sama atau dukungan. Hal ini merupakan tujuan seni yang memberikan alternatif pikiran dan perasaan manusia.***
SAHRUL N, pengamat seni pertunjukan dan pengajar di jurusan teater STSI Padangpanjang


Baca juga link relevan

Proyek Waktu Batu
Adalah sebuah karya teater kontemporer yang berdasar pada/terinspirasi oleh mitologi dan sejarah Jawa, serta penjajaran(jukstaposisi)-nya dengan situasi transisi dan problem identitas yang dikonstruksi oleh modernitas di Indonesia. (selengkapnya...)

Siklus Watugunung dalam Teater Absurd
SIWA mengajak Uma bercinta. Tapi Uma menampiknya: tidakkah kau lihat sore sedang tumbuh di antara gerai gerimis? Tidak! Jawab Siwa, aku tidak melihatnya. Siwa mengejar. Uma menghindar. Demikianlah sampai Uma menjatuhkan serapah: Anjing! Bercintalah dengan malam! Sampai Siwa menjatuhkan kutuk: Anjing! Aku tak mau bercinta dengan ibu para siluman! Dan keduanya berubah menjadi sesuatu yang menakutkan. Suatu ancaman bagi para pejalan. Bagi para kesepian. Bagi para kesalahan. Bagi para kelelahan. (Selengkapnya...)



No comments:

Post a Comment