KODE-4

Sunday, June 17, 2007

Maestro-maestro Seni Sumbar

OLEH BUDIMAN
Apa yang dilakukan oleh Dewan Kesenian Sumatra Barat dengan mengukuhkan beberapa orang seniman sebagai maestro-maestro seni Sumbar adalah langkah yang sangat tepat sekali. Pengukuhan sebagai maestro yang ditandai dengan pembuatan film dokumenter masing-masing dari mereka dapat dikatakan sebagai sebuah simbol. Maestro-maestro seni yang dikukuhkan adalah Arby Samah (Maestro Patung), Wakidi (Maestro Seni Rupa), Sawir Sutan Mudo (Maestro Seni Dendang Tradisi Minang), Yusaf Rahman (Maestro Musik Minang) dan Rusli Marzuki Saria (Maestro Sastra).

Momentum ini merupakan rangkaian dari kegiatan Pentas Seni VI DKSB tanggal 22 – 24 Maret 2007 di Taman Budaya Sumbar, yang di dalamnya juga menampilkan beberapa acara lain yaitu peluncuran buku-buku puisi sastrawan Sumbar (Asril Koto, Sondri BS, Adri Sandra, dll), Pertunjukan Musik Tradisi Gandang Tansa dari Nagari Sungai Batang-Maninjau-Agam (Judul Karya Dabua Riak Danau), Pertunjukan Musik oleh Minangpenthagong Esambel (Judul Karya Overture Kaba si Pacar Merah dan aransemen lagu-lagu Yusaf Rahman), Pertunjukan Randai Rambun Dunia Simarasok, Baso-Agam (Judul Naskah Rambun Dunia) dan Randai Sirih Langkok, Nagari Koto Kaciak-Tanjung Raya-Agam (Judul Naskah Siti Zaemar), Pentas Musik Prima Vista Chamber Music Bukittinggi (Judul Karya Garapan Musik Populer dalam String Chamber Music), Pentas Musik Sound Of Poems (Sop) Kota Solo, Jawa Tengah (Judul Karya ARC), dan Baca Puisi oleh Asril Koto, Sondri BS, Adri Sandra, dan lain-lain.

Secara positif rangkaian kegiatan ini dapat kita baca bahwa perhatian dan kepedulian pihak-pihak yang berwenang dalam hal ini diwakili oleh DKSB dapat disinyalir terbukanya kran apresiasi terhadap pelaku-pelaku seni daerah ini. Cuma yang perlu diingat adalah jangan hanya mengukuhkan para pelaku seni (seniman) Sumbar itu sebagai maestro saja, sedangkan harga diri dan kesejahteraannya tetap diabaikan atau malah dikebiri oleh kepentingan tertentu.
Sebagai seniman yang berjasa besar terhadap dinamika seni Sumbar lewat jiwa raga mereka rasanya sangat layak mereka dihargai. Dan perhargaan terhadap para maestro seni Sumbar ini benar-benar sebuah perwujudan cerminan prestasi dan jasa-jasa kesenimanan mereka yang telah teruji oleh waktu. Sebab kiprah seorang seniman dalam kehidupan mereka tidak ditentukan oleh setumpuk uang atau materi,
Lalu pertanyaan kita terhadap permasalahan ini apakah ukuran untuk menentukan seseorang layak disebut sebagai maestro. Apakah seseorang disebut maestro dilihat dari segi usia, lamanya ia berkiprah atau mungkin prestasi yang pernah ditorehkan selama hidupnya atau barangkali ada aspek-aspek lain. Tapi sementara ini dalam konteks maestro seni Sumbar dapat dilihat bahwa kriteria untuk menentukan seseorang seniman dikukuhkan sebagai maestro adalah pertama, dari prestasinya, kedua, lamanya berkiprah (sejarah kesenimanannya).
Kemudian setelah dikukuhkan sebagai maestro terutama seniman yang masih hidup apakah itu merupakan sebuah tujuan akhir berkesenian. Atau barangkali itu merupakan sebuah harga mati prestasi puncak seniman. Lalu bagaimana pula posisi seniman lain yang kebetulan yang belum atau tidak mendapatkan kesempatan/nasib sebagai maestro seni. Apakah keberadaan mereka dipandang rendah atau tidak berarti sama sekali dalam pandangan hidup berkesenian dan sosiokulturalnya.
Mungkin permasalahan-permasalahan ini perlu didudukan agar tidak terjadi kerancuan dan kecemburuan sosial yang tajam dalam pergaualan hidup berkesenian terutama di daerah Sumbar. Nah, inilah tugas DKSB mengatur langkah-langkah prosedural dan teknis yang terarah serta strategis, supaya kehidupan berkesenian dapat berjalan kondusif, kompetitif dan positif.
Kalau semua aturan telah dibuat dengan jelas dan pranata kehidupan berkesenian memiliki landasan yang kuat tentu akan menambah kans terhadap kualitas dan kuantitas seni tersebut. Langkah positif yang digawangi oleh DKSB dibawah pimpinan Ivan Adila ini, perlu dipertahankan dan ditingkatkan pada masa-masa yang akan datang dalam bentuk konsekuensi lainnya.
Minimal wibawa DKSB sendiri dimata kawan-kawan seniman dan komponen-komponen masyarakat lain dapat dipandang berharga (berkualitas). Dan tentunya bargaining position (posisi tawar) lembaga yang menaungi seniman ini menjadi kuat yang mana tentu imbasnya akan berpengaruh terhadap posisi dan nilai seni serta seniman di masyarakat.
Tentunya hal ini akan menciptakan iklim pergaulan yang berdiri sama tegak dan duduk sama rendah dengan profesi-profesi lain. Akhirnya seniman yang merupakan orang yang terdepan dalam perubahan dan kemajuan budaya bangsa dibidang seni, akan dipandang berharga, berjasa, dan luar biasa.
Kosekuensi demikian berlaku di belahan bumi manapun bahwa seniman dalam kehidupan sosiokultural mereka diposisikan pada bagian terdepan. Bahkan realitas seni yang diperlihatkan oleh dunia Barat patut ditiru dan dijadikan contoh bahwa seniman-seniman mereka dan karya-karyanya betul-betul sangat dihargainya. Mulai dari dokumentasi sejarah seniman-seniman besar mereka, pembuatan museum, penerbitan buku-buku seni dan seniman, pemberian nama jalan dengan nama seniman, penghargaan secara finansial (uang) yang sangat tinggi, dan lain sebagainya.
Kalau kita belum bisa seluruhnya dapat mengambil contoh dari perjalanan sejarah berkesenian Barat tersebut, paling tidak minimal kesejahteraan seniman diperjuangkan dalam segala aspek kehidupan. Karena budaya kita di Indonesia seni dan seniman masih dipandang sebagai makhluk nomor kesekian yang nampaknya dianggap tidak menjadi perioritas penting terutama bagi pemerintah dan sebagian besar masyarakat kita dari dulu sampai sekarang ini.
Dari hal ini pulalah nasib dan kehidupan berkesenian jalannya tidak menentu atau terabaikan terutama pada kurikulum sekolah atau kurikulum lembaga perguruan baik seni maupun umum. Dan apalah jadinya bangsa ini apabila seninya tidak dilihat sebagai modal utama kemajuan peradaban budaya bangsa. Mungkin inilah yang menyebabkan moralitas dan tata nilai hidup berbangsa dan bernegara kita terlihat carut marut atau tidak jelas juntrungannya.
Nah ini tugas kita untuk menata kembali konsekuensi seni dalam hidup berbangsa dan bernegara termasuk pada kehidupan dalam segala aspek. Maka dari itu seniman-seniman Sumbar yang benar-benar mengabdikan diri dan hidupnya untuk kemajuan peradaban budaya bangsanya lewat berkesenian perlu ditempatkan pada posisi strategis dan penting. Sehingga keberadaan seniman-seniman maestro kita tersebut dipandang sebagai sebuah citra seni budaya yang luhur untuk dikenang sepanjang masa. Dan dari maestro-maestro seni kita itu kita dapat belajar baik secara langsung maupun tak langsung tentang bagaimana memposisikan seni Sumbar berada dipilar terpenting dengan tetap mengacu pada pedoman budaya Minang yakni ABS-SBK dimata dunia.
Kita punya seniman-seniman besar yang sangat kita banggakan dalam percaturan seni dunia, maka dari itu kewajiban kitalah membalas dan menghargai mereka sebagai seorang pahlawan budaya dengan jalan tidak melecehkan harga dirinya yang kita anggap biasa-biasa saja dalam sosiokultural masyarakat kita. Hargailah dan cintailah mereka dengan perhargaan yang pantas dengan pengorbanan yang telah mereka sumbangkan untuk daerah Sumbar. ***
Padang, 26 Maret 2007
Budiman, pemerhati seni rupa dan budaya, kini tinggal di Padang

No comments:

Post a Comment