Mutiara Sumatra yang Tersia-siakan
OLEH BUDIMAN
Barangkali untuk memulai tulisan ini penulis memberi sebuah ilustrasi tentang Sekolah Menengah Seni Rupa (SSRI/SMSR/SMKN 4 Padang) adalah sebagai berikut bahwa sekolah ini pernah mencatatkan sejarah dengan sejumlah prestasi yang pernah dipersembahkan oleh para alumninya yang banyak berkibar di seantaro nusantara Indonesia, yang banyak menjadi seniman-seniman besar dan para ahli-ahli kreator seni terdepan.
Dengan kenyataan demikian pula seni rupa Sumbar dan seniman-seniman yang berasal dari Sumbar (khususnya yang pernah belajar di SSRI/SMSR/SMKN 4 Padang) sangat disegani oleh masyarakat seni rupa Indonesia. Kontribusi yang penting dan berharga ini bagai sebuah ‘mutiara’ yang tersia-siakan. Entah siapa dan fihak mana yang harus bertanggungjawab sulit untuk menunjuknya. Yang jelas ini merupakan sinyalemen yang mengarah kepada sebuah kepentingan besar yang mana ujung-ujungnya untung rugi.
Lalu sekarang bagaimana nasib sekolah ini? Sungguh kita melihat sangat prihatin sekali dengan jumlah siswa yang sangat minim atau kurang dibawah 200 orang untuk sebuah sekolah yang sebesar itu. Ada apa gerangan yang terjadi disana. Kenapa bisa keadaan sekolah yang pernah berjaya melahirkan seniman-seniman besar seperti Risman Marah, Kasman KS, Syahrizal Koto, Amrizal Salayan, Yusman, Heri Maizul, Stefan Buana, Hendra Buana, Rudi Mantofani, Ardison, Zirwen Hazri, Yasrul Sami Batu Bara, Basrizal Al Bara, Yunizar, Yose Rizal, AR. Nizar, Darvis Rasyidin, dan sederet nama lainnya.
Baru-baru ini tanggal 3-6 Mei 2007, seorang seniman Indonesia asal Sumbar yang berdomisili di Yogyakarta, Risman Marah berpameran tunggal di Taman Budaya Sumbar, merupakan seorang potografer nasional sekaligus mengajar di ISI Yogyakarta. Pameran ini dibuka atau diresmikan oleh Gubernur Sumbar Gamawan Fauzi dan dikuratori oleh Dr. M. Dwi Marianto (kurator dan penulis seni nasional sekaligus dosen ISI Yogyakarta) serta dihadiri pula oleh para sejawat Risman Marah dari ISI Yogyakarta seperti Prof. Soedarso Sp (sejarahwan seni), Dekan FSMR ISI Yogyakarta, dan Suwarno dari TVRI Palembang. Risman Marah sendiri merupakan salah seorang alumni SSRI/SMSR/SMKN 4 Padang, sangat mencintai sekolahnya dan peduli akan nasib sekolah itu dari dulunya. Dari Yogya ia selalu berusaha sekuat tenaga mencurahkan segenap pemikiran dan tenaganya untuk selalu memperjuangkan nasib sekolah tersebut.
Dalam pameran Risman Marah itu terbersit keinginan banyak para alumni lainnya bertemu untuk membicarakan permasalahan-permasalahan sekolah seni rupa tersebut. Hadir di sana segenap civitas sekolah SMSR/SMKN 4 Padang mulai dari unsur pimpinan, guru dan murid-muridnya sampai pada mantan-mantan guru yang pernah mengabdi di sekolah tersebut. Dan alumni dari STSI Padang Panjang dimotori oleh Zulherman turut membawa sejumlah rombongan alumni diantaranya Hamzah, Ibrahim, Martwan, Rajudin, Elvis, dll, terlihat sangat peduli dan antusias sekali menyambut kegiatan temu alumni itu. Begitu juga dengan para alumni dari seni rupa UNP Padang yang tidak ketinggalan diantaranya Yasrul Sami Batu Bara, turut sumbang pemikiran membangun kembali cita-cita sekolah menengah seni rupa (SMSR/SMKN 4 Padang) tersebut.
Membangun kembali kebesaran nama sekolah seni rupa ini tentu tidak cukup hanya dengan melakukan bicara-bicara temu alumni saja yang waktunya hanya satu dua jam. Tetapi dalam permasalahan tersebut perlu dipikirkan usaha-usaha kongkrit membangun sinerji dengan berbagai pihak terutama pemerintah kota Padang (Diknas Kota) yang memegang otoritas terhadap dunia pendidikan kota Padang, juga segenap komponen masyarakat lainnya baik yang terkait maupun lintas batas disiplin. Pemikiran dan pemahaman bahwa sekolah menengah seni rupa yang bersejarah ini perlu didukung oleh semua pihak untuk kembali dapat memperlihatkan eksistensi dan prestasinya dalam usaha membangun kader-kader seni rupa Sumbar profesional, harus dengan gencar disuarakan dimanapun dan kapanpun pada segenap komponen masyarakat.
Tanpa usaha demikian dipastikan sekolah menengah seni rupa ini akan tetap saja dipandang sebagai sekolah biasa yang tidak punya pengaruh apa-apa. Sebab konsekuensi pemerintah dalam masalah penangan sekolah ini sangat jelas yakni jika sekolah ini tidak bisa memenuhi target dalam jumlah murid-muridnya, tidak mendapat bantuan khusus.
Nampaknya pihak sekolah sangat kewalahan dalam masalah jumlah murid yang disyaratkan minimal 200 orang baru memperoleh dana subsidi khusus operasional kelancaran proses belajar-mengajar. Ini merupakan posisi yang dapat diibaratkan buah simalakama, disatu sisi pihak sekolah mesti kerja keras pontang panting mengusahakan target murid sedangkan disisi lain tetap mengacu pada misi dan visi sekolah untuk menghasilkan kader-kader seni rupa yang handal dan siap pakai.
Lalu siapa yang bertanggung jawab dalam permasalahan yang krusial ini. Apa jalan keluar yang terbaik untuk mengatasi permasalahan tersebut agar sekolah menengah seni rupa satu-satu di sumatra ini kembali menunjukan geliat historisnya dalam urusan seni rupa. Sejauh mana posisi pemerintah memandang sekolah menengah seni rupa ini dipandang sebagai aset berharga dan kebanggaan bagi masyarakat Sumbar bahwa sekolah ini merupakan sebuah ‘mutiara’ yang sangat disia-siakan.
Lalu bagaimana pula posisi dan tanggungjawab pimpinan sekolah dan segenap guru-gurunya dalam melihat permasalahan ini. Apakah semua akan terhenti begitu saja dikarenakan oleh kekurangan murid dan tidak adanya kepedulian dari pihak pemerintah. Mungkin jalan terbaik adalah bangunlah terus semangat kebersamaan untuk terus membangun walaupun dalam keadaan serba sulit dan memprihatinkan. Kalau memakai prinsip ini bukan menjadi tanggung jawab bersama dan dalam menjalan profesi hanya sebatas menjalankan tugas dipastikan sekolah ini perlahan dan pasti akan hilang sehilang-hilangnya dari peredaran bahkan mati.
Dengan semangat kebersamaan dan dedikasi yang tinggi barangkali dapat mengembalikan citra dan posisi sekolah ini diperhitungkan bahkan dipercaya lagi sebagai pilar terpenting dalam membangun kader-kader seni rupa anak bangsa khususnya anak-anak ranah Minang sendiri. Sebab tidak ada alasan pemerintah menarik diri dalam permasalahan ini, karena aset berharga kebanggaan masyarakat Sumbar yang telah banyak menorehkan tinta emas yang mengharumkan nama Sumbar di pentas nasional.
Begitu juga dengan kemajuan dunia seni rupa Sumbar saat ini yang telah dianggap sebagai pusat baru seni rupa Indonesia, banyak dimotori oleh segenap alumni SSRI/SMSR/SMKN 4 Padang. Dalam pergerakan membangun keutuhan seni rupa Sumbar sampai pada tahap memiliki posisi tawar (bargaining position) yang sama pentingnya dengan dunia seni rupa wilayah Indonesia lainnya tidak bisa terlepas dari semangat kebersamaan para alumni sekolah ini. Hubungan yang erat dan kuat dalam sinerji kebersamaan baik alumni yang di rantau maupun alumni di daerah Sumbar sendiri merupakan sebuah kenyataan rasa cinta dan kepedulian mereka terhadap almamater.
Pertanyaan kita untuk melangkah kedepan apakah kita masih sibuk dengan nostalgia atau melihat kedepan?. Kalau sibuk bernostalgia dipastikan rasa bangga dan cinta yang dimiliki oleh para alumni dan segenap civitas sekolah perlahan dan pasti akan tersingkir oleh perubahan dan kemajuan zaman. Tapi kalau kita melihat kedepan barangkali akan tercipta iklim perubahan yang mengarah pada sebuah iklim kemajuan dari kita, oleh kita dan untuk kita.
Membangun keutuhan sekolah menengah seni rupa Sumbar yang mana disana terletak sebuah tanggungjawab tentu tidak ringan. Apalagi dalam usaha demikian kita hanya sibuk memikirkan diri sendiri dalam nostagia yang melenakan, tentu akan sulit mencapai hasil maksimal. Ditambah lagi dengan perubahan nama yang sebelumnya SSRI/SMSR berubah menjadi SMKN 4 Padang tentu sedikit banyak memecah perhatian masyarakat terhadap sekolah seni rupa yang diemban oleh sekolah ini. ***
Padang, 8 Mei 2007
Budiman, pemerhati seni rupa dan budaya, kini tinggal di Padang
Budiman, pemerhati seni rupa dan budaya, kini tinggal di Padang
SMKN 4 padang sudah berubah, data yang di publish di blog ini sudah tidak valid. SMKN4 padang akan diaudit untuk mendapatkan Sertifikat ISO 9001:2000 dari SAI GLOBAL AUSTRALIA tanggal 25 Nov 2008.
ReplyDeleteSMKN 4 Padang Juga menjadi sekolah Aliansi SBI (Sekolah Berstandar Internasional)
Jumlah siswa sekarang sdh berkisar 600 orang.