OLEH BUDIMAN
Komunitas Saga merupakan komunitas yang terbentuk dari kegiatan workshop kritik seni rupa yang diadakan oleh Dewan Kesenian Sumbar pada tanggal 11-13 Februari 2007 yang lalu di FBSS UNP Padang. Komunitas Saga berdiri dimaksudkan untuk mewadahi para penulis/kritikus seni rupa yang bergerak di daerah Sumbar. Komunitas ini diketuai oleh Syofyan Ali Munir (Parsenibud), wakil ketua Minda Sari (guru SMKN 7 Padang), Sekretaris : Budiman (penulis) dan bendahara : Abdita (guru SKKN 4 Padang) dengan jumlah anggotanya sebanyak 30 orang yang terdiri dari berbagai kalangan seperti dosen seni rupa, penulis seni, guru seni rupa, dll. Komunitas Saga bersekretariat di Jurusan Seni Rupa FBSS UNP Padang.
Diambilnya kata Saga untuk menjadi nama komunitas penulis/kritikus seni rupa ini adalah sebuah perlambangan dari saga itu yang dikenal sebagai alat tulis di Minang. Jadi harapannya orang-orang yang berada dibawah naungan komunitas Saga mampu berperan sama seperti alat Saga tersebut yakni produktif dalam menulis. Nama Saga sendiri pertama kali diusulkan untuk menjadi nama komunitas oleh Achyar Sikumbang.
Komunitas Saga lahir ditengah-tengah perkembangan dan kemajuan dunia seni rupa Sumbar yang lumayan pesat dari waktu ke waktu. Dari fenomena itu peran penulis dan kritikus seni rupa sungguh sangat langka sekali (krisis) yang mengulas segala bentuk dan masalah seni rupa itu untuk dijadikan sebagai konsumsi publik (media massa). Kejadian ini menyebabkan perkembangan dan kemajuan tadi tidak banyak diketahui atau dicermati oleh masyarakat, dikarenakan tidak mewacana.
Mengemukanya permasalahan kekosongan penulis/kritikus seni rupa dalam kancah seni rupa Sumbar sudah lama didengungkan. Pasalnya orang yang mau dan mampu bergerak secara kontinyu (konsisten) dibidang penulisan/kritik seni rupa sangat sulit sekali mendapatkannya. Karena pekerjaan menulis bukanlah perkara gampang apalagi menulis masalah seni rupa yang membutuhkan orang yang betul-betul faham dan menguasai masalah seni rupa baik teoritis maupun praktisnya. Makanya dengan keberadaan kumunitas Saga, harapan akan bermunculan para penulis/kritikus seni rupa yang baru bisa terjawab. Kenyataan demikian dapat kita lihat dari sejumlah anggota komunitas Saga yang tulisannya dimuat di media massa Haluan (Erianto Anas, Budiman) dan Singgalang (Anasbahry Couto) baru-baru ini. Usaha yang dilakukan oleh beberapa orang tersebut tidak saja memberikan pencerahan kepada masyarakat tentang seni rupa lewat media massa tapi turut memberikan spirit (semangat) kepada para penulis lainnya untuk mengikuti jejak mereka.
Selain itu kehadiran komunitas Saga di daerah Sumbar adalah fenomena baru yang turut meramaikan dinamika seni secara umum dan seni rupa khususnya. Mungkin komunitas Saga dapat dikatakan komunitas pertama yang bergerak dibidang penulisan/kritik seni. Realitas ini merupakan tantangan dan tanggung jawab bagi komunitas Saga dalam menjalankan tugasnya sebagai penyambung lidah karya seniman dengan masyarakat.
Konsekuensinya masalah yang ditulis atau diulas benar-benar mampu berperan sebagai penjaga nilai (penulis, pengamat dan kritikus) yang tidak memihak kepada siapapun (independent). Sehingga wacana yang bergulir ke tengah-tengah masyarakat dapat dijadikan sebagai parameter dalam segala bentuk perkembangan dan kemajuan seni rupa yang terjadi.
Kalau saja ada orang atau wadah yang terus berupaya memantau dan mengamati segala gerak dinamika seni rupa di daerah ini, tentu tidak terjadi lagi kesenjangan komunikasi dalam mengapresiasi karya-karya seni rupa perupa. Karena segala aspek yang tergambar pada karya-karya seni rupa tersebut dikupas tuntas oleh penulis atau kritikus seni rupa baik lewat publikasi katalog maupun media massa.
Ulasan-ulasan yang dihadirkan oleh penulis/kritikus seni rupa ini dapat berujud profil seniman, bedah karya, apresiasi, reportase pameran dan kajian teoritis masalah seni rupa. Masing-masing klasifikasi ulasan itu memiliki maksud dan tujuan sendiri yang memudahkan masyarakat memahami pokok permasalahan seni rupa. Nah dari pemahaman itu akan terbentuk pola senerjisitas yang sama-sama saling membutuhkan dan membangun satu sama lainnya.
Membangun sinerjisitas sesama para anggota komunitas dan orang-orang diluar komunitas (media massa, dll) merupakan kata kunci meraih kesuksesan dalam bidang penulisan dan kritik seni rupa. Sebab tanpa dukungan dari berbagai pihak, sehebat apapun penulis/kritikus dan sebagus apapun tulisan-tulisannya tentu tidak ada artinya sama sekali. Karena tidak ada orang yang mau dan tahu dengan peran yang dilakukan oleh penulis/kritikus itu, apalagi untuk mencermati tulisan-tulisannya baik lewat katalog maupun media massa, dikarenakan tidak mendapat tempat di hati masyarakat.
Hal inilah yang dicoba diatasi oleh komunitas Saga dengan berperan sebagai mediasi atau penjaga nilai di kancah seni rupa Sumbar, agar perlahan dan pasti peran-peran yang dimainkan benar-benar seirama dengan perkembangan dan kemajuan dunia seni rupa itu.
Dengan peran-peran tersebut keberadaan seni rupa Sumbar tidak lagi dipandang sebelah mata baik di wacana lokal maupun wacana global karena telah memiliki arah dan pijakan yang jelas dalam pranata seni rupanya (memiliki lembaga seni, penulis/kritikus seni, kolektor, galeri, dll). Dampaknya, selain semua seluk beluk tentang persoalan seni rupa Sumbar dapat terpublikasikan dengan baik lewat tulisan-tulisan para penulis juga dengan publisitas itu pula menjadikan seni rupa Sumbar mampu ber’bicara’ sama dengan seni rupa lain dimanapun dilihat dari segi dinamika (kemajuan) maupun kualitas ideoplatis (konseptualitas).
Bagi orang-orang yang membaktikan dirinya pada jalur penulisan/kritik seni rupa di Sumbar ini sungguh sesuatu hal yang luar biasa. Pekerjaan Penulisan seni rupa ini memiliki resiko tidak ringan dan tidak semua orang sanggup menjalani pekerjaan ini dikarenakan belum bisa diandalkan dari segi finansial (uang/honor). Mungkin hanya orang-orang yang punya cita-cita dan niat membangunlah yang sudi memilih pekerjaan ini sebagai aktivitasnya .
Tampaknya dengan adanya komunitas Saga, fenomena demi fenomena yang membelenggu dunia penulisan/kritik seni rupa Sumbar mulai dapat diapungkan kepermukaan sebagai wacana publik. Kalau sudah menjadi wacana publik tentu akan disorot dan di up-date masyarakat sebagai sebuah konsumsi publik yang saling membutuhkan. Apabila sudah menjadi konsumsi publik tentu akan terjalin hubungan komunikasi yang setara antara seniman (perupa) dengan masyarakat pengamatnya lewat jembatan peran penulis .
Konteksnya komunitas Saga ke depannya adalah bagaimana memposisikan para penulis/kritikus seni rupa tersebut di Sumbar dapat dijadikan sebagai sebuah profesi bergengsi yang betul-betul dihargai baik dengan jumlah nominal finansial (uang) maupun status sosialnya. Selain itu komunitas Saga harus mampu membangun bargaining position (posisi tawar) dengan sejumlah media massa lokal tentang nilai finansial yang pas dan pantas diberikan kepada penulis/kritikus seni rupa yang tulisan-tulisannya dimuat. Dengan demikian akhirnya akses penulis/kritikus seni rupa itu makin luas dan bergengsi di tengah-tengah masyarakat yang mana turut mengangkat citra seni rupa secara keseluruhan.
Sebagai sebuah organisasi sosial yang berbasis seni rupa yang mewadahi penulis/kritikus seni rupa diharapkan komunitas Saga dapat berada di garda terdepan menjadikan seni rupa dapat diakses secara luas dan dinamis. Konsekuensi untuk menjadikan organisasi komunitas Saga mampu memainkan peran itu tentu dilihat dari bagaimana kiprah-kiprah organisasi dan anggota mereka di tengah-tengah masyarakat, apakah membawa perubahan yang sangat berarti (signifikan) atau hanya diam-diam saja (tidak bisa berbuat banyak sama sekali) dalam menghadapi arus perubahan dan perkembangan seni rupa yang sangat pesat.***
No comments:
Post a Comment