KODE-4

Tuesday, May 22, 2007

Centrum

OLEH SUDARMOKO
Bila diibaratkan tubuh, bagian mana dari Kota Padang ini yang merupakan jantung? Atau adakah ia memiliki jantung, sebagai pusat denyut dan sumber kehidupan ini? Mungkin saja kota ini memiliki jantung, yang dipercaya sebagai centrum yang biasanya ditandai dengan lokasi yang nyaman dan tempat cukup hangat untuk berdiam agak sebentar. Sementara jalan-jalan dan tempat-tempat di sekitar centrum itu merupakan urat nadi dan arteri yang mendukung aliran kehidupan untuk memompa semangat dan daya hidup masyarakatnya.

Centrum dalam pengertian ini memang tidak harus berada di pusat, tepat di tengah-tengah. Karena yang tepat berada di tengah-tengah tubuh kita adalah pusat, atau pusar. Centrum untuk sebuah kota dapat saja berada di pinggir kota, atau berada agak ke pinggir. Namun, dari centrum inilah orang-orang dapat menentukan orientasi, diri, identitas mereka, mau kemana atau tengah berada di mana.
Dan biasanya, centrum merupakan lapangan terbuka, tempat yang juga biasa digunakan untuk acara massif, seperti pasar malam atau festival. Tempat yang tidak begitu jauh dari pusat aktivitas yang lain seperti pasar atau pusat perbelanjaan. Dan untuk wilayah Kota Padang, centrum ini, sebenarnya, dapat diwujudkan dengan menjadikan sejumlah titik lokasi sebagai alternatifnya. Misalnya saja di taman terbuka Imam Bonjol yang selama ini memang sudah diisi dengan sejumlah kegiatan massif. Atau juga dengan memanfaatkan Taman Melati, yang selama ini memang jauh dari nuansa pemanfaatan acara-acara umum. Atau juga Taman Budaya yang sekarang sedang menjadi perbincangan menarik seputar pengelolaan dan masa depannya.
Sementara sejumlah titik lokasi ini telah didukung oleh prasarana yang lain, terutama dari segi jalan, seperti sepanjang Permindo, M. Yamin, Bundo Kanduang, dan sekitarnya. Pengembangan Kota Padang yang memiliki orientasi ke arah utara, juga harus disiapkan sejumlah lokasi untuk menampung kebutuhan masyarakat dalam hal rekreatif semisal ini. Hanya saja, memang, faktor pendukung yang tak kalah penting, kreativitas dan kegiatan-kegiatan yang menarik seputar budaya, belum menjadi bagian yang penting sehingga jarang sekali terdengar atau dilakukan.
Pada saat-saat tertentu, liburan atau ujung minggu panjang (long weekend), di sekitar kawasan pantai Padang dan sepanjang kawasan pantai yang sedang dibenahi menjadi jalan utama untuk mencapai bandara, cukup ramai dikunjungi, terutama pada sore hari. Setidaknya untuk menghemat dana, sebagian masyarakat yang berkeinginan untuk berekreasi mempergunakan tempat ini sebagai pengganti hiburan ke luar kota, yang memang banyak tersedia. Jika hal ini disadari, misalnya saja oleh dinas pariwisata atau pengelola tempat-tempat hiburan, penyediaan centrum dengan segala aktivitasnya, menjadi sebuah tawaran yang menarik.
Tapi apakah memang perkembangan Padang telah memperhatikan kepentingan dan kebutuhan masyarakatnya, seperti dalam hal penyediaan tempat hiburan alternatif? Ketika mall-mall tumbuh, adakah sebuah gerakan penyadaran akan peran masyarakat kita, dengan budayanya, didorong juga untuk tetap eksis menjalankan bisnis perdagangan, misalnya. Memang, sangat kasat mata, bagaimana kekuasaan modal sangat berpengaruh dalam pendirian mall-mall. Mereka dapat memaksa pemegang kekuasaan untuk menyediakan tempat, walau dengan cara menggusur fasilitas umum seperti terminal atau pusat perdagangan kecil. Dan dengan janji akan memfasilitasi pedagang kecil, dengan membangun los-los dan lapak-lapak, persaingan tak sehat pun dirancang. Gurita ternyata memang lebih besar dari cumi-cumi.
Bila ternyata fasilitas publik seperti tempat bernama centrum, alun-alun, atau galanggang (medan bapaneh), tidak memiliki nilai bisnis, namun ia tetap menjadi sebuah ruang budaya, yang memiliki kontribusi dalam membangun identitas masyarakat. Sebab masih ada yang dirasa penting selain melulu masalah uang dan bisnis. Dan kesempatan untuk membangun identitas dan budaya masyarakat membutuhkan perhitungan yang matang dari awal, sebab yang dibangun adalah masyarakat, identitas, budaya, dan manusia.*
Sudarmoko, alumnus Department of Languages and Cultures of Southeast Asia and Oceania, Leiden University, Belanda, peminat masalah sastra, tinggal di Padang.

No comments:

Post a Comment