KODE-4

Tuesday, April 10, 2007

Yusaf Rahman


Maestro Seni Musik Kontemporer Minang
Yusaf Rahman, lahir tanggal 4 Juni 1933, di Muaro Labuah, Sumatra Barat. Kampung kecilnya bernama Kampung Lurah Pasar Muaro Labuah (sekarang dikenal dengan Pasar Muaro Labuah). Yusaf, anak sulung dari dua belas bersaudara. Ayahnya seorang mantri kesehatan (juru rawat kelas satu) dan juga pemain biola. Ibunya yang bernama Badariah juga mahir memainkan kecapi, walau di zaman itu jarang sekali perempuan bisa bermain alat musik.
Darah seni kedua orang tua itulah yang diwarisinya. Bakat yang kemudian berkembang dengan belajar secara otodidak. Yusaf mencoba menggunakan sendiri berbagai alat musik tanpa guru. Walau dulunya kuliah di Fakultas Pertanian, kemampuan, wawasan, dan pengetahuannya dalam bidang komposisi musik, tak diragukan lagi. Musiklah yang dicintainya.
The Short Second Life of Bree Tanner: An Eclipse Novella (Twilight Saga)Yusaf juga seorang yang kreatif dalam mengembangkan alat-alat musik dan membuat alat musik dari bahan-bahan sederhana. Dia selalu membawa kikir dan pisau untuk membuat alat musik tiup dari bambu dan paralon. Satu lompatan besar yang dibuat Yusaf dalam musik tradisi Minangkabau yaitu menciptakan tangga nada diatonis untuk talempong pada tahun 1968. Talempong yang selama ini dimainkan dengan nada pentatonis dikembangkannya menjadi tangga nada diatonis.
Dengan tangga nada diatonis talempong bisa mengiringi musik modern. Hingga kini, semua grup musik tradisional Minangkabau memainkan talempong dengan tangga nada diatonis. Beliau juga mengembangkan teknik pembuatan alat musik yang akurat nadanya serta mengembangkan cara memainkan musik modern agar menghasilkan suara alat musik tradisional.
Selain bermain musik, Yusaf juga menciptakan lagu-lagu Minang, Jepang, lagu nasional dan beberapa lagu perguruan tinggi di Sumatra Barat. Sejak tahun lima puluhan Yusaf telah berkarya. Di zaman perang PRRI pun beliau masih mencipta lagu, yaitu lagu “Hiasan Desa”. Waktu itu beliau terinspirasi oleh suara burung di Hutan Maek, Kabupaten Lima Puluh Kota.
Lagu-lagu lain yang diciptakannya antara lain; Indak Kabarulang, Kelok Sambilan, Lindok-lindok, Perak-perak, Takana Bundo (Rusuah Hati), Usah Diratok’I, Taserak Kasiah di Bukik Tinggi, Indahnya Alam Neg’ri Moyangku, Indonesia-Malaysia, Dendang Tahniah, Kota Bersaudara, Payung Terkembang, Seri Menanti, ASMI Padang, Himne Universitas Bung Hatta, YPTK Padang, Indonesia Persada Tercinta. Lagu Jepang yang beliau ciptakan antara lain; Kwo wa Owakare (Saatnya Berpisah), Mata Aimasyo (Sampai Berjumpa Lagi) dan Nihon wa Utsukusu (Jepang Yang Indah).
Lagu Payung Terkembang dan Indahnya Alam Negeri Moyangku merupakan lagu permintaan Datuk Samad Idris Menteri Belia dan Sukan Malaysia yang masih keturunan Pagaruyung. Rasa cinta Yusaf terhadap tanah air juga terlukiskan dalam lagu Hiasan Desa dan Rusuah Hati.
Musik jugalah yang mengantarkannya ke berbagai negara. Pada tahun 1963 sebagai pemusik beliau pergi ke Pakistan mengikuti Presidential Cultural Mission selama dua puluh hari. Beliau beberapa kali ke Malaysia sejak tahun 1968 sampai 1998 sebagai pemimpin misi Muhibah Kesenian Sumatra Barat, pemusik dan sebagai juru latih serta sebagai pensyarah musik. Pada tahun 1984 Yusaf pergi ke Prancis sebagai peserta Festival Kesenian Rakyat Seluruh Dunia, dan tahun 1986 kembali ke Prancis sebagai Pemimpin Kesenian Islam Sumbar dalam Festival Kesenian Islam Seluruh Dunia, serta pada tahun 1991 untuk ke dua kalinya pergi ke Prancis sebagai peserta Festival Kesenian Rakyat Seluruh Dunia. Beliau juga pernah ke Brunei Darussalam pada tahun 1989 sebagai pemimpin kesenian Sumatra Barat dan pada tahun 1987 ke Yunani, tepatnya di Lefkada sebagai peserta International Festival Folk Lore Lefkadas Island. Negara Eropa lainnya yang pernah ia kunjungi, Italia, yakni pada tahun 1986 sebagai pemimpin kesenian Islam Sumbar dalam Festival Musik Islam Seluruh Dunia dan tahun 1987 beliau kembali ke Italia sebagai peserta pertunjukkan kesenian.
Guru Musik yang Beda
Yusaf adalah guru bagi banyak seniman musik di Sumatra Barat. Beliau mendirikan jurusan seni, drama, tari dan musik IKIP Padang dan bekerja sebagai dosen di IKIP Padang. Yusaf adalah orang yang diminta Profesor Yakub Isman yang waktu itu rektor IKIP padang untuk menyusun kurikulum jurusan tersbut. Selain sebagai sebagai guru formal beliau juga guru informal bagi banyak seniman musik. Ia tidak pernah pelit membagi ilmu pada murid-muridnya.
Salah seorang murid Yusaf Rahman yang dikenal sebagai seniman musik dan pencipta lagu-lagu Minang bernama Asnam Rasyid. Asnam mengenal beliau sejak tahun 1968 ketika Yusaf pergi ke Malaysia sebagai pemimpin tim Muhibah Kesenian Sumatra Barat. Kebetulan Kakak dari Asnam ikut dalam tim yang dipimpin Pak Cap, panggilan Yusaf Rahman bagi murid-muridnya dan orang-orang yang mengenalnya. Namun Asnam baru belajar musik dengan Yusaf pada tahun di Bukittinggi. Yusaf mengajar tentang partitur dan ilmu musik. Dalam mengajar, murid-murid beliau dituntut mencari sendiri pengetahuan dan ketrampilan, selain yang beliau ajarkan. Banyak seniman yang “menjadi” di bawah bimbingan beliau. Yusaf dan Asnam pernah menggarap musik dari lagu “Dendang Tahnia”
Informal yang Bersahaja
Pak Cap dikenal sebagai orang yang kurang suka formalitas. Dalam mengajar Pak Cap tak minta pamrih dan tak kenal waktu. Prinsip mengajar yang sering beliau sampaikan “Kalau ingin tahu gula itu manis, coba dulu gula itu, baru tahu rasanya.” Metode mengajar yang langsung praktek.
Waktu pertama diminta sebagai pengajar di Malaysia (professor tamu) beliau mengajar musik tardisional. Suatu waktu, Dekan mengajak Pak Cap melihat peralatan marching band dan beliau memainkan semua alat musik modern yang ada di sana. Karena kemampuan beliau memainkan berbagai alat musik modern, beliau akhirnya dipercaya mengajar alat musik modern. Dari tahun 1993 sampai 1997 Yusaf Rahman menjadi dosen tamu di Universitas Utara Malaysia.
Beliau juga mengenal budaya dan tradisi berbagi suku dan bangsa. Bisa berbicara dalam beberapa bahasa asing dan bahasa-bahasa daerah seperti bahasa Aceh, Melayu, Mandailing dan Nias.
Pak Cap menikah dengan Sovyani pada tanggal 23 Agustus 1964. Istri tercinta juga seorang seniman tari. Selama perjalanan rumah tangga mereka, Yusaf sering membantu Sovyani menciptakan musik untuk tari garapannya. Pernikahannya dengan Sovyani dikaruniai lima orang putri dan satu orang putra.
Yusaf sangat mencintai keluarganya. Salah satu lagu yang diciptakannya, konon terinspirasi karena kecintaan beliau kepada sang istri. Beliau juga penuh kasih sayang terhadap anak-anaknya. Menurut seorang putri beliau, kalau anak-anaknya pulang sekolah dengan wajah cemberut karena gagal ujian matematika beliau mengajak mereka bermain musik, karena baginya musik bisa menenangkan dan menghibur hati yang gundah.
Pada tahun dua ribu-an beliau mulai diserang penyakit jantung. Ketika sering terjadi gempa di Padang, beliau meminta untuk tinggal di Bandung bersama anaknya. Beliau khawatir, seiring usia senja tubuhnya semakin lamban saat berlari menghindari bencana. Akhirnya beliau meninggal di Kota Bandung pada tanggal dan dilepaskan dengan duka yang mendalam banyak pihak. Namun beliau sudah berpesan sebelumnya agar jangan bersedih dengan kepergian beliau, seperti syair yang ditulisnya “Usah Dirato’i”.
Sebagai seorang yang berjiwa seni, beliau memiliki kepekaan terhadap kehidupan. Kehidupan dunia yang penuh dengan godaan tidak membuat Yusaf terhanyut. Keinginannya untuk lebih dekat dengan sang Khalik diberi jalan melalui pertemuannya dengan Professor Khadirun Yahya yang juga pimpinan tarekat Nahsyabandiyah. Akhirnya beliau mengembangkan kehidupan spiritual di tarekat Nahsyabandiyah sampai akhir hayatnya. Beliau pun berwasiat, bila meninggal minta dimakamkan di surau tarekat Nahsyabandiyah, tempat orang-orang berzikir seperti nyanyian yang mengantar beliau ke hadirat “Sang Maha Seniman”. (Sondri BS, dan TIM DKSB)

No comments:

Post a Comment