KODE-4

Monday, April 16, 2007

Perjalanan Eduardo Galeano

Oleh Halim HD
“To be alive: a small victory. To be alive, that is: to be capable of joy, dispite
the good-byes and the crimes, so that exile will be a testimony to another,
possible country ……. Joy take more courage than grief. In the end,
we are accustomed to grief”.

Riwayat Singkat
Galeano dilahirkan di Montevideo, Uruguay, pada tanggal 3 September 1940, dari keluarga Katholik kelas menengah, dikenal sebagai jurnalis dan penulis yang sangat produktif dengan 36 judul buku dalam bentuk novel, kumpulan esai serta reportase dan esai-kolaboratif bersama beberapa fotografer. Beberapa bukunya telah diterjemahkan kedalam beberapa bahasa. Sebagai penulis Galeano lebih daripada penulis yang bergaya ortodoks (orthodox genre) yang menggabungkan dokumentasi, fiksi, jurnalisme, analisis politik, dan sejarah. “I’m a writer obsessed with remembering, with remembering the past America, intimate land condemned to amnesia”.
Seperti kebanyakan remaja Amerika Latina, Galeano bermimpi menjadi pemain sepakbola. Hal itu direfleksikan dalam tulisannya El futbol a sol y sombra (Soccer in Sun and Shadow). Dalam bukunya tentang sepakbola Galeano mengupas sejarah permainan yang telah tertanam di dalam jiwa masyarakat Amerika Latina. Galeano membandingkan sepakbola sebagai sebuah pertunjukan teater dan perang; dan dia mengkritik secara keras dan tajam terhadap global korporasi yang menciptakan ekonomisasi dan komersialisasi olahraga itu dengan gelimang uang. Tapi pada sisi lain Galeano juga menyerang kalangan intelektual kiri yang telah merusak atraksi dan permainan itu kedalam gerakan massa hanya untuk alasan ideologis.Pada umur awal belasan tahun Galeano melakukan pekerjaan ekstra yang beragam sebagai pekerja di pabrik, penagih hutang, pembuat papan nama, kurir dan pesuruh, tukang ketik, dan kasir bank. Pada umur 14 tahun untuk pertama kalinya dia mengirim kartun-politik kepada mingguan El Sol yang diterbitkan oleh Partai Sosialis Uruguay.
Kariernya sebagai jurnalis dimulai pada awal tahun 1960 sebagai editor Marcha, jurnal mingguan yang sangat berpengaruh, yang seringkali diisi oleh penulis kondang seperti Mario Vargas Llosa, Mario Benedetti, Manuel Maldonado Denis dan Roberto Fernandes Retamar. Selama dua tahun Galeano sebagai editor harian Epoca, disamping sebagai editor kepala penerbitan universitas.
Pada tahun 1973, ketika militer Uruguay mengambil kekuasaan, kudeta, Galeano dijebloskan ke dalam penjara, lalu melarikan diri, dan tinggal di Argentina, dan disana dia mendirikan majalah kebudayaan Crisis. Ketika Jenderal Videla melakukan kudeta berdarah di Argentina pada tahun 1976, Galeano masuk dalam daftar skuadron pembunuh ciptaan militer. Kembali Galeano melarikan diri. Kali ini ke Spanyol, dan disanalah dia menulis trilogi yang nantinya sangat terkenal, Memoria del Fuego (Memory of Fire: 1. Genesis, 2. Faces and Mask, 3. Century of the Wind). Pada tahun 1984 Uruguay kembali kedalam pemerintahan sipil, Galeano yang menggunakan nama “Gius” untuk kartun-kartun politiknya kembali ke kota kelahirannya Montevideo pada tahun 1985 sampai sekarang, dan terus menulis. Disamping menulis untuk berbagai jurnal, majalah dan media lainnya, Galeano aktif dalam berbagai organisasi kebudayaan, politik dan media cetakan dan elektronika untuk mendukung pemerintahan sayap kiri di Amerika Latina. Tahun 2004, seiring dengan kemenangan Tabre Vasquez yang didukung oleh sayap kiri dalam aliansi terbuka, Galeano menulis untuk jurnal The Progressive dengan tajuk Where the People Voted Against Fear. Dalam tulisan ini Galeano menunjukan dukungan kepada pemerintah dan menyatakan bahwa rakyat Uruguay punya akal sehat, common sense, dan mereka sudah lelah dengan berbagai bentuk penipuan, tired of being cheated, oleh partai-partai jejadian, partai siluman, blanco parties. Berkaitan dengan pembentukan TeleSUR, gabungan stasiun teve se-Amerika Latina yang bermarkas di Caracas, Venezuela, pada tahun 2005, bersama dengan kalangan intelektual sayap kiri seperti Tariq Ali dan Adolfo Esquivel, Galeano menggabungkan diri kedalam jaringan bersama 36 anggota dewan komite.
Terakhir, pada tanggal 26 Januari 2006 Eduardo Galeano bergabung bersama para penulis kondang seperti Gabriel Garcia Marques (peraih Nobel bidang sastera), Mario Benedetti, Ernesto Sabato, Thiago de Mello, Carlos Monsivais, Pablo Armando Fernandez, Jorge Enrique Adoum, Luis Rafael Sanchez, Mayra Montero, Ana Lydia Vega, dan komponis-penyanyi Pablo Milanes menuntut kedaulatan Puerto Rico, dan menadatangani dan mendukung Latin American and Caribean Congress Proclamation for the Independence of Puerto Rico.
Karya Eduardo Galeano
Las venas abiertas de America Latina (The Open Veins of Latin America) adalah bukunya yang sangat dikenal di Amerika Latina. Karyanya ini mengupas tandas sejarah Amerika Latina secara mendalam dari periode kolonialisasi bangsa Eropa sampai dengan eksploitasi politik dan ekonomi Amerika Serikat. Karyanya ini merupakan buku pertama yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh sahabatnya, Cedric Belfrage (juga menerjemahkan beberapa buku lainnya, seperti Memory of Fire, The Book of Embraces). Oleh banyak pakar buku The Open Veins of Latin America dianggap buku klasik perspektif kiri di Amerika Latina. Dari buku ini pula pada tahun 2003 sebuah grup musik punk Venezuela, Los Dolares, meluncurkan albumnya, dan sebuah grup musik rock-ska Argentina, Los Fabulosos Cadillacs, meluncurkan album Rey Acuzar yang merupakan salah satu bab The Open Veins of Latin America. Dan dari album itu juga terdapat nyanyian dengan judul buku itu.
Trilogi Memoria del Fuego (Memory of Fire) merupakan narasi tentang sejarah Amerika Utara dan Selatan. Dalam buku ini semua karakter mempunyai kaitan kuat dengan figur sejarah; para jenderal, seniman, kaum revolusioner, kaum buruh, kalangan jelata yang tertindas dan kaum penindas, adalah gambaran dari setiap episode sejarah kolonial di benua itu, yang dimulai dengan periode pre-Columbian yang penuh dengan warna-warni mitologis, penjadian dunia, cikal-bakal kehidupan, sampai dengan obat-obatan, tingkah laku seksual, petualangan, penemuan tehnologi dan ilmu pengetahuan sampai dengan periode 1980-an. Buku ini bukan hanya memberi gambaran tentang penindasan kolonialisme Eropa dan Amerika Serikat, tapi lebih dari hal itu yang terpenting sejarah panjang perlawanan yang tak pernah berhenti dari aksi individu yang heroik sampai dengan gerakan perlawanan revolusioner.
Memoria del Fuego mendapatkan berbagai pujian dan dikupas oleh para pakar, dan mereka menyatakan bahwa Galeano sebanding dengan John Dos Passos dan Gabriel Garcia Marques. Ronald Wright menulis dalam Times Literary Supplement: “ Great ….. dissolve old genre and found new ones. This trilogy by one of South America’s most daring and accomplished authors is impossible to classify”. Dan Jay Parini menulis pada New York Times Book Review dengan pujian untuk buku Eduardo Galeano berjudul The Book of Embraces, yang merupakan esai-esai pendek dengan gaya penceritaan yang liris menampilkan pandangan dan perasaan Galeano tentang seni, politik dan nilai-nilai kehidupan, sebagaimana Galeano menghamparkan dengan gamblang kehadapan kita melalui kritiknya yang tajam terhadap sistem kapitalisme moderen, dan pandangannya tentang suatu masyarakat yang ideal. The Book of Embraces, adalah buku terakhir yang diterjemahkan oleh sahabatnya, Cedric Belfrage, yang meninggal pada tahun 1991, ketika buku ini baru saja diterbitkan. Atas kepergian sahabatnya itu, Galeano menulis persembahan pada bagian muka buku itu: Una parte de mi murio con el / Una parte de el vive conmigo: A part of me died with him / A part of him lives with me: Sebagian dari diriku pergi bersamanya / Sebagian dari dirinya bersemayam dalam diriku.
Buku-buku Galeano yang telah diterjemahkan kedalam bahasa Inggris (diantara puluhan judul lainnya dalam bahasa Spanyol): Guatemala: Occupied Country (1967), The Open Vein of Latin America (1971), Days and Nights of Love and War (1978), Memory of Fire (1982-1986), The Book of Embraces (1989), We Say No (1989), An Certain Grace, with Fred Ritchin, photographs by Sebastiao Salgado (1990), Walking Words (1993), Soccer in Sun and Shadow (1995), I Am Rich Potosi: The Mountain That Eat Men, photographs by Stephen Ferry (1999), Upside Down: A Primer for the Looking-Glass World (2000).
Pada tahun 1975 Galeano meraih Cuban Casa de las Americas Prize, untuk novelnya yang berjudul The Song of Ourselves.
Catatan
Sumber biodata ringkas Galeano ini dipetik dari Wikipedia, the free encyclopedia, http://en.wikipedia.org/wiki/Eduardo_Galeano. Sumber lain catatan ini dipetik dari buku Memory of Fire, The Book of Embraces, Days and Nights of Love and War dan We Say No.
Biodata ringkas Galeano dipublikasikan oleh TendaKata, sebuah komunitas pelaku dan pecinta sastera yang didirikan oleh Luna Vidya, Shinta Febriany dan Anwar ‘Jimpe’ Rachman pada bulan Februari 2007, untuk kebutuhan pembacaan esai Galeano yang dibacakan oleh Halim HD. Pembacaan esai Galeano pertama kali disampaikan dikomunitas Ininnawa (juga pembacaan cerpen oleh Luna Vidya, puisi oleh Aan Mansyur dan Anwar ‘Jimpe’ Rachman) dan berlanjut di kampus Unhas, Fakultas Sastera dan Fisip (pembacaan puisi oleh Aan Mansyur, Anwar ‘Jimpe’ Rachman, Cerpen oleh Nita). Acara TendaKata ketiga kalinya di Stikom “Fajar” (pembacaan puisi oleh Aan Mansyur dan Anwar ‘Jimpe’ Rachman). Pada setiap acara, dilanjutkan dengan diskusi, yang tidak hanya terbatas pada masalah-masalah sastera, juga kebudayaan dan kondisi sosial-politik masa kini. Gugatan kepada kondisi masa kini memang perlu, sebagai komitmen dan tanggungjawab pemilik masa depan.
Pembacaan esai Galeano masih akan terus berlanjut, dan TendaKata membuka pintu selebar-lebarnya bagi keterlibatan para penulis (penyair, esais, cerpenis, penulis lakon) dan aktor monolog, pekerja kesenian, mahasiswa dan jurnalis. Prinsip yang diterapkan oleh TendaKata adalah: kita membutuhkan ruang-ruang bagi tumbuhnya pikiran kritis dan menjunjung keberagaman dan kesederajatan di dalam kehidupan kesenian dan kebudayaan. Dan sastera merupakan jalan kearah itu. Dari hal itu pula, bagi TendaKata, betapa perlunya menciptakan berbagai pertemuan sebagaimana karakter dunia dan kehidupan sastera, diantara kegembiraan kita melihat begitu banyaknya penerbitan. Dan pertemuan itu bisa dilakukan di ruang tamu sebuah rumah atau asrama, halaman sebuah sekolah, warung di kampus, warung kopi, kafe, sebuah lobi kantor atau disebuah pesantren. Dan sastera mesti seperti air yang mengalir, menelusup keberbagai ruang kehidupan, seperti juga angin yang membelai dan menghidupi siapa saja.
Beberapa Komentar
Ada beberapa nama penulis Amerika Latina, seperti Pablo Neruda dan Gabriel Garcia Marques, keduanya peraih Nobel sastera, sangat dikenal di Indonesia, disamping Carlos Fuentes, Isabel Allende. Sementara itu, nama Eduardo Galeano, sangat mungkin hanya beberapa orang saja yang pernah mendengar namanya, dan mungkin pula belum pernah membaca karyanya. Hal itu terbukti: ketika pada suatu hari sekitar belasan tahun yang lampau di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, di sebuah warung kopi, di bawah pepohonan rindang, pada sore yang panas, sekelompok penulis muda, penyair, cerpenis, penulis lakon dan jurnalis terlibat dalam pembicaraan tentang sastera. Mereka memperbincangkan Gabriel Garcia Marques. Namun ketika saya menyinggung Galeano, mereka sama sekali tidak pernah mengenalnya. Hanya satu orang yang punya komentar, dan hal itu disampaikan ketika saya dan dia, Nirwan Dewanto, berjalan keluar TIM, tentang penerjemah dan terjemahan karya Galeano yang bagus. Nirwan lupa nama penerjemahnya, dan saya beritahu namanya, Cedric Belfrage. Nirwan tahu Galeano yang pernah dia baca dari sejumlah review.
Dan dibawah ini saya kutipkan komentar singkat dari para pakar sastera Amerika Latina yang kebanyakan di Amerika Serikat:
“[Galeano] is dangerous radical storyteller, like Gabriel Garcia Marques, like Isabel Allende, and like Pablo Neruda before them......... The Book of Embraces is a mosaic, or Diego Rivera mural in words”. (John Leonard, New York Newsday).
In an enchanting book of wonders, Uruguayan writer Galeano applies the collage-like technique of Memory of Fire ….to his own life and the contemporary scene …..Galeano’s surreal drawings complement the text, blending wild imagination, pointed satire and old-fashioned charm”. (Publisher Weekly).
“In The Book of Embraces, Galeano goes out on the tightrope and then levitates in the air above it…..[His] subject is nothing less than the variety of human life and love”. (Alan Ryan, Washington Post Book World).
“The factual skleton of the author’s life is given flesh and blood in his strangely beautiful book, in which poetry, fiction, autobiography, history, fantasy and political commentary mingle and reinforce each other in unexpected ways”. (Jay Parini, New York Times Book Review).
“His visions is at heart playful and inventive, making him a cousin to writers who have taught us to see Latin America through the brilliantly distorted mirror of their work: Gabriel Garcia Marques, Jose Donoso or Carlos Fuentes”. (Rockwell Gray, Chicago Tribune).
“[A]n epic work of literary creation….there could be no greater vindication of the wonder of the land and people of Latin America”. (Washington Post).
“Remarkable….Galeano is attempting to generate nothing less than a unified history of Western Hemisphere”. (The New Yorker).
“Celebratory……It will reveal to you the meaning of the New World as it was, and of the world as we have it now”. (Boston Globe).
“Galeano’s outrage is tempered by intelligence, an ineradicable sense of humor, and hope……[A] compelling book”. (Los Angeles Times, front-page review).
"History has been rescued by Galeano’s prodigious talent. No book ever breathed more vibrantly than this one”. (Houston Chronicle).
"Days and Nights of Love and War is the personal testimony of Uruguayan-born writer and political activist Eduardo Galeano. It is both journal and history, spanning more than two decades of the lives and struggles of the Latin American people, from Guatemala and Cuba in the north to Chile and Argentina in the south. Alternating between reportage and personal vignettes, Galeano vividly conveys what it is like to life with constant fear – of arrest or torture – never knowing when you or someone you love will be picked up or killed one night, or the next day. Galeano movingly records the joy and hopes and desperation of those who continue to believe in, and fight for, a more human existence, his words informed with a deep anger as well as great love for these people. Through Galeano’s writing we share his understanding that joy is not a crime”. (Komentar pada sampul belakang buku Days and Nights of Love and War).
Genesis, the first volume in Eduardo Galeano’s Memory of Fire trilogy, is both a meditation on the clashes between the Old World and the New and, in the author’s words, an attempt to ‘rescue the kidnapped memory of all America’. A fierce, impassioned, and kaleidoscopic historical experience that takes us from the creation myths of the Mikiritare Indian of Yucatan to Columbus’s first, joyous moments in the New World to English capture of New York.. The second volume of Eduardo Galeano’s Memory of Fire, Faces and Masks is an astonishing Latin American-eye view of the New World in the making. Here is the tangled, cataclysmic history of our hemisphere from 1700s up to the dawn of our present century, told through characters as resonant and compelling as Simon Bolivar, Toussaint L’Ouverture, and Billy the Kid. With is brilliant and imaginative blend of journalism, scholarship, and political passion. The third volume of Eduardo Galeano’s Memory of Fire trilogy, Century of the Wind offers us our own turbulent century, from bucolic New Jersey laboratory of Thomas Alva Edison to the armies of Emilliano Zapata and Fidel Castro to the Reagan-era CIA ‘neutralization’ in the forest of Latin America. Dizzying, enraging, and beautitiful written. Genesis, Faces and Masks and Century of the Wind is a panoramic interpretation of the Americas no work of history has previously imagined”.Memory of Fire).*** (Komentar pada sampul belakang trilogy
Halim HD, networker kebudayaan Forum Panilih Solo

No comments:

Post a Comment