ASEAN Economic Community (AEC) atau
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan berlaku efektif di akhir tahun 2015
berpotensi untuk mendorong pertumbuhan jumlah wisatawan ke Indonesia yang kini
masih sekitar 9% per tahun menjadi di atas 10%.
“Dengan
diberlakukannya MEA, akan terjadi peningkatan pergerakan manusia di
wilayah ASEAN, yang berarti bahwa jumlah wisatawan ke Indonesia dari
negara-negara ASEAN akan meningkat juga.
Apalagi dengan adanya rencana pemberlakuan Common Visa untuk ASEAN, akan
sangat memudahkan warga asing dari luar ASEAN masuk ke Indonesia, termasuk
melalui hub-hub lain seperti Singapura atau Bangkok, maka kita optimistis bahwa
akan terjadi akselerasi pariwisata Indonesia”, kata Menteri Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif, Mari Pangestu dalam acara Public Seminar and Soft Launching
“The ASEAN Economic Community: A Work in Progress”, pada Selasa (18/3/2014) di
Jakarta.
Terdapat banyak peluang yang dapat
Indonesia ambil dari integrasi perekonomian ASEAN melalui MEA, termasuk di
sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. Pertanyaan yang penting adalah ‘Apa yang
harus kita lakukan agar Indonesia dapat meraup sebanyak-banyaknya manfaat dari
MEA’ dan bagaiman secara nyata menyiapkan langkah-langkah tersebut”, kata Mari.
Peluang di
Sektor Pariwisata
Menparekraf menegaskan, Indonesia harus
merebut peluang dari pertumbuhan sektor pariwisata ASEAN yang merupakan
tertinggi di dunia. Sepanjang periode 2005-2012, pariwisata kawasan ini mampu
tumbuh rata-rata 8,3% per tahun, jauh di atas rata-rata pertumbuhan global yang
hanya 3,6%. Bahkan pada 2013, arus kunjungan wisatawan ke negara-negara ASEAN
sudah mencapai 92,7 juta atau meningkat 12% dibandingkan tahun sebelumnya,
sementara pertumbuhan global hanya 5%.
Perkembangan itu membuat peran sektor
pariwisata semakin penting bagi perekonomian negara-negara ASEAN. Pada 2023,
potensi kontribusi pariwisata terhadap perekonomian kawasan ini diproyeksikan
akan mencapai US$ 480 miliar dengan pertumbuhan rata-rata 5,8% per tahun,
sedangkan pertumbuhan investasinya sekitar 6,8% per tahun. “Ini adalah peluang
besar, pariwisata Indonesia harus bisa memanfaatkannya untuk memperkuat
perekonomian nasional,” kata Menteri.
Dalam beberapa tahun terakhir ini,
kontribusi sektor pariwisata terhadap perekonomian nasional semakin besar. Ini
terasa saat perekonomian nasional menghadapi krisis global seperti tahun lalu,
ketika penerimaan ekspor turun tajam. Pariwisata mengalami peningkatan
kontribusinya naik dari 10% menjadi 17% dari total ekspor barang dan jasa
Indonesia dan posisinya sebagai penyumbang devisa terbesar meningkat dari
peringkat 5 menjadi peringkat 4 dengan penghasilan devisa sebesar 10 Milyar
USD.
Sementara itu, kontribusinya secara
langsung terhadap PDB sudah mencapai 3,8% dan jika memperhitungkan efek
penggandanya, kontribusi pariwisata pada PDB mencapai sekitar 9%. Penyerapan
tenaga kerja di sektor ini juga sudah mencapai 10,18 juta orang atau 8,9% dari
total jumlah pekerja sehingga merupakan sektor pencipta tenaga kerja terbesar
keempat.
Di lihat dari sejumlah indikator yang
ada, peluang untuk lebih meningkatkan peran pariwisata dalam perekonomian
nasional cukup terbuka lebar bagi Indonesia. Daya saing sektor pariwisata
Indonesia terus mengalami perbaikan seperti disebutkan oleh World Economic
Forum, daya saing pariwisata Indonesia meningkat, dari peringkat 74 dari 140
negara dan terakhir ke posisi 70 dari
140 negara. Untuk ASEAN daya saing pariwisata Indonesia berada di peringkat 4..
Berbagai langkah juga telah dilakukan
oleh Kemenparkeraf untuk meningkat daya saing ini, terutama dalam aspek
peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sampai 2013 lalu, Kemenparekraf telah
melakukan sertifikasi sebanyak 58.627 tenaga kerja pariwisata. Angka ini jauh
diatas target yang hanya memproyeksikan sebanyak 50.000 tenaga kerja sampai
tahun 2014. Angka ini belum termasuk
sertifikasi yang dilakukan secara swadana, ataupun sertifikasi langsung yang
dilakukan oleh pendidikan tinggi pariwisata.
Di samping itu, Kemenparekraf juga telah
membentuk standarisasi untuk pelaku industri seperti hotel. Ada 9 standard
usaha yang telah diberlakukan, termasuk Green Hotel. Standard Green Hotel meliputi aspek
pengelolaan lingkungan, efisiensi pengunaan energi dan air, dampak terhadap
komunitas di lokasi hotel, dan pengunaan bahan baku dan supply dari dalam
negeri dan dari daerah setempat.
“Bisa dikatakan, Pariwisata termasuk
sektor yang relatif siap, bahkan dari aspek SDM. Indonesia juga memimpin karena
standar yang digunakan untuk menilai kompetensi tenaga kerja Pariwisata di
ASEAN (ACCSTP) sebagian besar adalah standar yang sudah diterapkan di
Indonesia,” kata Menparekraf. Selain itu,Indonesia juga ditunjuk sebagai
Regional Secretariat yang akan memfasilitasi implementasi dari Mutual
Recognition Arrangement (MRA) dari tenaga kerja profesional pariwisata.
Kemajuan pariwisata ini akan bermuara
pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, karena pariwisata mempunyai dampak
pengganda yang besar terutama dengan industri kreatif, yang memang mempunyai
hubungan sangat erat dengan pariwisata. Pariwisata dan ekonomi kreatif juga
sektor yang pertumbuhannya inklusif karena nilai tambahnya langsung dirasakan
masyarakat lokal.
“Berbagai sektor dalam industri kreatif
sudah menjadi atraksi pariwisata yang semakin populer, seperti kuliner, seni
pertunjukan, desain, ataupun fashion.
Kemajuan pariwisata akan secara langsung memajukan industri kreatif;
sebaliknya industri kreatif yang maju akan menjadikan sebuah kota atau suatu
daerah berkembang menjadi destinasi pariwisata yang unggul, sebagaimana bisa
dilihat dari kasus Bandung, Jogja, Jember, Solo, Banyuwangi, maupun Bali,” kata
Menparekraf.
Sektor
Ekonomi Kreatif
Studi bersama yang dilakukan WTO, OECD
dan UNCTAD mengenai rantai nilai global menyebutkan bahwa sektor jasa yang
efisien merupakan faktor yang penting untuk meningkatkan ekspor suatu negara
dan bersaing dalam rantai nilai global. Konten sektor jasa dalam total ekspor
Indonesia juga masih rendah yaitu hanya 21% dari total ekspor. Sedangkan konten
sektor jasa di negara-negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Perancis Jerman
dan Italia mencapai lebih dari 50% total ekspornya. Ekspor RRT pun memiliki
konten sektor jasa cukup tinggi yaitu mencapai 30% dari total ekspornya.
Dalam konteks berlakunya MEA, peningkatan
daya saing sektor jasa Indonesia menjadi semakin penting bukan hanya untuk
dapat meningkatkan ekspor dari sektor jasa sendiri namun juga ekspor barang
Indonesia. “Selain infrastruktur yang lebih baik, ekonomi kreatif juga dapat
mendorong daya saing sektor jasa dan daya saing ekspor Indonesia. Perkembangan
subsektor-subsektor ekonomi kreatif seperti desain, serta riset dan
pengembangan mendorong ekspor Indonesia menjadi lebih kompetitif dalam rantai
nilai global termasuk dalam meraup manfaat dari integrasi perekonomian ASEAN
melalui MEA”, ujar Menparekraf.
Berdasarkan angka statistik, pada 2013
lalu kontribusi ekonomi kreatif terhadap perekonomian sebesar Rp 641,8 triliun
atau mencapai 7% PDB nasional. Ekonomi Kreatif juga mencatat surplus
perdagangan selama periode 2010 hingga 2013 dengan nilai surplus sebesar Rp 118
T. Kontribusi devisa dari sektor ekonomi kreatif mencapai 11, 89 Milyar USD ,
sehingga secara total sektor pariwisata dan ekonomi kreatif menyumbang devisa
sebesar 21,95 Milyar USD atau berkontribusi sebesar 11,04% pada total devisa
Indonesia.
Melihat semua itu, penggabungan urusan
pariwisata dan urusan ekonomi kreatif ke dalam satu Kementerian/Lembaga :
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dinilai sangat tepat dalam rangka
meningkatkan daya tanggap Pemerintah dalam kebijakan pro job, pro poor, pro
growth, pro environment.
No comments:
Post a Comment