“Kendala ke depan yang akan dihadapi DKSB adalah masalah dana, setidaknya kita membutuhkan setengah milyar rupiah untuk merealisasikan program kerja DKSB tahun 2008 ini, sehingga target kita untuk memajukan kesenian Sumbar ini bisa tercapai, sementara bantuan dari peerintah, semenjak enam tahun silam tetap sama, yaitu sebesar Rp150 juta per tahun,” ungkap Dr. Harris Effendi Thahar, Ketua Umum DKSB kepada Singgalang, Rabu (16/1) seusai rapat pleno DKSB di Ratan Room, gedung Harian Singgalang, Padang.
Dijelaskan Harris, dana sebanyak itu akan dipergunakan untuk merealisasikan tahapan program kerja DKSB 2007-2010. Sesuai dengan visi dan misi DKSB, akan dilakukan revitalisasi dan reposisi DKSB secara kelembagaan dan kesenian yang hidup dan berkembang di Sumbar. Pada akhirnya akan bermuara pada terwujudnya Sumbar sebagai pusat kesenian Indonesia bagian barat.
“Rencana Program Kerja (RPK) yang telah disusun meliputi, fungsi pembinaan seni, fungsi kuratorial (menjembatani antara masyarakat dengan kesenian) dan fungsi konservasi dan dokumentasi,”ulas Harris.
“Rencana Program Kerja (RPK) yang telah disusun meliputi, fungsi pembinaan seni, fungsi kuratorial (menjembatani antara masyarakat dengan kesenian) dan fungsi konservasi dan dokumentasi,”ulas Harris.
Mengingat kemungkinan kendala tersebut, DKSB menyiasatinya dengan menjalin dan meningkatkan kerjasama dengan berbagai lembaga terkait, seperti dengan dinas dan instansi di Pemprov. Sumbar, media massa maupun dengan lembaga lainnya. “Saat ini yang telah terealisasi adalah dengan TVRI Sumbar,” kata Harris.
Sementara itu, Komite Sastra DKSB, Drs. Andria Chatri Tamsin, M.Pd., merasa pemerintah masih belum menyadari arti penting keberadaan DKSB bagi Sumbar. Padahal, dengan hasil karya seniman Sumbar, nama ranah Bundokanduang begitu dikenal di dunia Internasional.
“Sebutlah semisal Eri Mefri yang memperkenalkan tari Minang di Australia, atau Syafrudin Ayub yang keliling dunia memperkenalkan randai dan banyak lagi seniman lainnya. Mereka melakukan itu dengan dasar kecintaan pada Minangkabau, namun sering tertatih-tatih dalam melaksanakannya karena minimnya support dari pihak-pihak terkait,” tutur Andria .
Namun Andria menilai, Pemerintah Sumbar lebih tertarik pada kegiatan yang sifatnya seremonial dan instan bukan yang bersifat investasi jangka panjang. Sehingga masalah kesenian seringkali terpinggirkan. Padahal, kesenian merupakan akar dan dasar filsafat Minangkabau. “Tapi seniman tidak harus menangis dengan kondisi itu, sebab tangis seniman diperuntukan bagi kehidupan masyarakat,” tutur Andria sedikit puitis.
Namun pengurus DKSB yakin, pemerintah akan memberikan perhatian pada segenap kegiatan kesenian dan kebudayaan secara berangsur-angsur. “Jika DKSB tak giat, tentu dana dari pemeirntah juga akan sedikit, kitaharus gigih, seperti juga KONI, atau PWI,” kata Khairul Jasmi, salah seorang pengurus DKSB.CR 05
Harian Singgalang, 17 Januari 2008
No comments:
Post a Comment