KODE-4

Thursday, January 17, 2008

Harris : Opini Tentang DKSB di Media Kurang Akurat

PADANG – Terkait artikel opini berjudul "Dilarang Berladang di Punggung Seniman" (Catatan untuk Dewan Kesenian Sumatra Barat (DKSB) yang dimuat di salah satu media di Padang, Ketua Umum DKSB Dr. Harris Effendi Thahar tidak menganggap tulisan tersebut sebagai pencemaran nama baik. (Baca: Klik di sini)

“Bagi saya bukan pencemaran nama baik, cuma opini itu kurang akurat,” ujarnya saat dikonfirmasi padangmedia.com di kantornya, Taman Budaya Sumbar, Rabu (16/01).
Lain dulu lain sekarang, demikian papar Harris mengenai berbedanya gaji yang diterima pengurus DKSB yang baru dan yang lama. “Kalau dulu sekretaris gajinya Rp. 850 ribu, sekarang Rp 1 juta sesuai dengan kondisi perekonomian sekarang ini,” jelasnya mengenai data yang dikeluarkan dalam tulisan tersebut. Pembenahan kantor DKSB yang baru –semenjak pindah dari gedung Abdullah Kamil– biayanya mencapai kira-kira 25 juta. (Baca: klik di sini)
Harris mengakui, ketika serah terima jabatan dari pengurus yang lama, DKSB hanya mendapatkan komputer bekas. Oleh karena itu, DKSB mengadu kepada gubernur Sumatra Barat. “Meubel ini kami pinjam dari gubernur, barang bekas, namanya pinjam pakai. Tidak mungkin kita beli semua dengan uang kita.” (Baca: klik di sini)
Sementara itu, mengenai rincian dana selain honor pembenahan kantor, yakni THR yang dikeluarkan sebesar Rp6 juta, biaya Pidato Kebudayaan kira-kira Rp 20 juta, mendatangkan Afrizal Malna kira-kira Rp5 juta, pendataan awal Rp33 juta. Sedangkan saat rapat-rapat pleno dan pengurus, mereka nggak digaji, hanya dikeluarkan biaya operasional. Biaya operasional selama sebulan mencapai Rp1 juta - Rp1,5 juta, termasuk biaya koran, telepon, dan penggantian uang transport. “Jadi, nggak benar bahwa kami berladang di punggung seniman, enak dapat uang dari pemerintah,” tutup Harris.
Satu Program Kerja DKSB
kebudayaan Syafi’i Maarif Desember lalu merupakan salah satu program Dewan Kesenian Sumatra Barat (DKSB). Oleh karena itu, pidato kebudayaan tersebut sangat berhubungan dengan kesenian. Seperti yang dijelaskan ketua DKSB, Dr. Harris Effendi Thahar, Rabu (16/01), terkait opini telak kepada DKSB di salah satu media.
“Kesenian itu merupakan anak dari kebudayaan, jadi tidak benar bahwa pidato kebudayaan tidak berhubungan dengan kesenian,” jelasnya. Harris menambahkan, bahwa pidato tersebut merupakan agenda akhir tahun DKSB. “Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) pun tiap tahun mengadakan pidato kebudayaan,” katanya.
Selain pidato kebudayaan, program kerja lain yang telah dilakukan DKSB adalah mengadakan diskusi kesenian dengan narasumber Afrizal Malna. Program bulanan yang tengah dilaksanakan DKSB adalah 1 jam penampilan DKSB di TVRI sebulan sekali dengan mendatangkan narasumber dari luar, yang sudah dilaksanakan 15 Januari lalu.
Lalu ada diskusi bulanan kerjasama dengan taman budaya. Sedangkan untuk program jangka panjang, DKSB melakukan direktori bagi kesenian dan seniman Sumatra Barat selama 10 tahun terakhir. (Iggoy)

No comments:

Post a Comment