KODE-4

Tuesday, November 6, 2007

Sebuah Cerita tentang Wakil Rakyat

Oleh Nasrul Azwar

Teman saya bercerita tentang kurenah salah seorang anggota DPRD yang berasal dari sebuah kabupaten di Sumatra Barat. Nama anggota wakil rakyat ini, sebut saja DR (HC) Sidi Ambin. Dia diuntungkan oleh sistem pemilu. Entah bagaimana logika hitungannya, Sidi Ambin tiba-tiba saja sudah duduk di kursi empuk DPRD dari Partai ESQ, sebut saja dulu demikian. Gelar yang melekat di namanya itu, yang tak boleh lupa menuliskannya, tak jelas riwayat dan sejarah peraihannya. Tiba-tiba saja ada.

Cerita teman saya itu begini. Seperti lembaga lainnya, anggota DPRD tentu memunyai wadah organisasi untuk berkumpul sesama anggota legislatif. Nama wadah itu Asosiasi Anggota DPRD Seluruh Indonesia (AADSI), sebut saja seperti. Hal yang sama juga dilakukan sesama gubernur, bupati, dan walikota se-Indonenesia. Untung saja presiden cuma satu di negeri ini, kalau lebih, tentu akan muncul pula asosiasinya.

Suatu kali, AADSI menggelar pertemuan di Kota Jayapura, Provinsi Tanah Papua. Semua anggota DPRD diharapkan hadir di kota ini. DR (HC) Sidi Ambin jauh-jauh hari telah menyiapkan keberangkatannya. Baginya, ini pertemuan akbar yang maha penting.

Seperti biasa, pihak sekretariat DPRD menyiapkan segala sesuatunya secara makisimal, termasuk tiket yang dipilih executive. Sebanyak 25 orang anggota dewan berangkat berbarengan dalam satu pesawat. Sepanjang hidung ditampuah angok, ini pertama kali DR (HC) Sidi Ambin naik persawat. Kalau bukan anggota legislatif, mungkin ia tak akan pernah naik patatabang.

Dengan kepercayaan diri yang penuh dan sedikit menegakkan kepala (maklum anggota legislatif), bersama rombongan, DR (HC) Sidi Ambin menelusuri koridor Bandar Udara Internasional Minangkabau. Dan terus masuk ke pintu pesawat. Hatinya gembira. Dia pilih kursi dekat jendela. Dihempaskan tubuhnya di kursi itu. Saat bersamaan, seorang pramugari mendekati DR ((HC) Sidi Ambin.

Pramugari itu berkata: “Bapak mesti pindah duduk, Pak. Bapak kan mestinya di executive?”

Langsung saja DR ((HC) Sidi Ambin menghardik, “Tidak! Tidak! Saya bukan executive. Saya legislatif!”

Tidak mengerti maksud penumpang yang satu ini, dengan kebijakannya sendiri, pramugari itu membiarkan saja DR ((HC) Sidi Ambin duduk di kursi yang dipilihnya itu.

DR ((HC) Sidi Ambin pun kembali melihat ke kiri-kanan, dan atas. Tampaknya, ia mengamati semua sudut dan tempat dari kursinya. Sabuk pengaman sudah dikenakan, dan ketika itu pula ia nyaris berteriak ke penumpang di sebelahnya. Dengan bahasa ibunya, DR ((HC) Sidi Ambin bersorak: “Oi sanak, batau juo kecek urang nan alah naik patabang ko yo. Dari ateh patabang ko, yo nampak sagadang samuik urang-urang nan di bawah tu.”

“Patabang ko alun tabang lai, Pak. Masih maagekkan masinnyo. Nan Apak caliak tu, sabana samuik e,” kata penumpang di sebelahnya.

“Oooo!”

Akhirnya, setelah melewati tiga kali transit, rombongan mendarat di Bandar Udara Sentani Jayapura. Di sini mereka dijemput dan diantar panitia ke tempat pertemuan, di sebuah hotel yang cukup besar.

Setelah beristirahat sejenak, semua tamu dijamu makan malam. Karena anggota legislatif seluruh Indonesia ini berasal dari berbagai agama yang berbeda, tentu panitia menyediakan dan membagi tempat sesuai dengan menu agama masing-masing.

Manconconglah DR ((HC) Sidi Ambin sambil mencingangak di dekat meja panitia. Lalu dengan ramah dan bahasa yang lembut, panitia pun bertanya kepada DR ((HC) Sidi Ambin.

“Maaf Pak, Bapak muslim atau...”?

“Siapa bilang saya muslim. Saya Sidi Ambin. Muslim itu Bupati Padang Pariaman (maksudnya Muslim Kasim),” jawab DR ((HC) Sidi Ambin tegas dan penuh percaya diri.

Tapurangah panitia mendengan jawaban anggota legislatif ini. Dan dia pun membiarkan DR ((HC) Sidi Ambin berlalu entah ke meja mana.

Tiga hari pertemuan itu digelar. Peserta pun kembali ke tempat masing-masing. Banyak juga yang memperpanjang harinya di daerah paling Timur ini. Tapi, rombongan DR (HC) Sidi Ambin langsung pulang sesuai jadwal.

Sesampai di Bandara Cengkareng, DR ((HC) Sidi Ambin tampak tergesa-gesa. Kawan-kawan yang lain heran. Tagageh bana DR ((HC) Sidi Ambin di bandara itu. “Manga tagageh bana, Pak Sidi,” kata salah seorang dari rombongan.

“Oi ngangak bana kalian di Jakarta ko ma! Itu hah, lai tampak dek Apak-apak merek tu: BAGGAGE,” jawab DR ((HC) Sidi Ambin sambil tangannya menunjuk sebuah tulisan yang tergantung di dekat pintu masuk. “Disuruahnyo bagageh awak!”

Semua teman-teman DR ((HC) Sidi Ambin pun tersenyum, tapi DR ((HC) Sidi Ambin tak hirau. Dia tetap bergegas.

***

Anekdot seputar anggota legislatif itu bukan tidak punya latar belakang sosial. Paling tidak, indikasi munculnya bisa saja terkait sikap yang menyebalkan dan juga pandangan yang sinis terhadap tabiat wakil rakyat selama ini.

Buktinya, pada harian Singgalang, Rabu, 24 Oktober 2007, menurunkan 3 berita tentang perangai memuakkan anggota DPRD. Dua berita pada halaman 1 dan satu berita halaman 4. Berita itu intinya berkaitan dengan perempuan. Pada pertengahan Agustus tahun ini, dua orang anggota DPRD ditangkap polisi di sebuah hotel di Bukittinggi. Mereka dituduh menggunakan sabu-sabu dan berbuat mesum.

Selain itu, menjelang Lebaran masyarakat Sumatra Barat juga dibuat bingung: sebagain besar anggota DPRD Sumatra Barat periode 1999-2004 (45) orang sudah dinyatakan bersalah secara hukum dan kasasinya juga ditolak MA, dan sudah memunyai kepastian hukum untuk dijebloskan ke panjara, ternyata bertolak belakang dengan 10 orang anggota lainnya; kasasi mereka diterima MA, dan dinyatakan bebas.

Jika dideretkan dua tahun terakhir, berjuntai-juntai panjangnya perangai anggota DPRD di Sumatra Barat yang membuat masyarakat tidak habis pikir: mengapa hal-hal yang melanggar asas kepatutan, norma-norma itu dilakukan?

Tapi, itulah realitas. Realitas anggota legislatif. Wakil rakyat yang dipilih rakyat. Bukan tak mungkin, bahwa anekdot yang diceritakan teman saya itu, betul-betul terjadi di negeri ini. Jika memang demikianlah kualitas sumber daya dan mentalitas anggota legislatif itu: rata-rata selevel dengan DR ((HC) Sidi Ambin. ***

SUMBER: Harian Singgalang, Rabu, 31 Oktober 2007

1 comment:

  1. Kalau buliah ambo agiah komen..
    fenomena ko disebabkan oleh sistim UU Pemilu yang masih menguntungkan sejumlah oknum yang bermain di Partai Politiknya..

    Seperti yang Uda bilang..,DR(HC) Sidi tadi tiba2 saja jadi anggota DPRD..,kemungkinan gara2 dia berada di nomor urut teratas dari partai nya..,makanya dia jadi anggota dewan...

    Tugas bersama dari kita adalah memastikan bahwa Revisi UU Pemilu yang dibahas di DPR Pusat sekarang benar-benar menghasilkan suatu yang demokratis..,dalam artian kita tidak lagi memasukkan orang yg tidak kompeten dalam sistim legislatif kita...

    Mudah2 an keadaan ini membaik di masa yang akan datang...

    Wassallam,
    Hafif
    Adelaide,SA 5041

    ReplyDelete