KODE-4

Sunday, June 3, 2007

Maaf, Jalan Anda Terganggu


OLEH SUDARMOKO

Bus AKDP mendapat perhatian serius dari pihak-pihak yang terkait. Terbukti, berbagai regulasi terus digulirkan untuk mencari tempat dan cara terbaik dalam mengatur keberadaan dan jalur yang harus dilalui. Beberapa kali perpindahan tempat ngetem dilakukan. Intinya, ingin memberi keuntungan yang maksimal untuk semua pihak, masyarakat pengguna, pemilik kendaraan, pemerintah yang mengurusinya, dan sebagainya.

Sayangnya, semua yang telah dilakukan seperti mentah kembali. Terminal Regional di Aie Pacah masih sepi. Kendaraan masih ngetem di depan Minang Plaza hingga depan kampus UNP, sehingga Anda tidak bisa melihat kembali kampus itu dari jalan raya. Penumpang juga masih mencari-cari dimana letak bus yang hendak mereka tumpangi. Sementara itu, di sisi yang lain, pemerintah juga menginginkan angkot diganti menjadi bus kota, untuk mengurangi kemacetan juga.
Sungguh menarik juga melihat berbagai perkembangan atau usaha yang terjadi, berkaitan dengan masalah transportasi ini. Sisi penting dari transportasi tidak ada yang membantah. Apa lagi bila dikaitkan dengan keberadaan sebuah kota. Di luar fungsi ekonomis dan pergerakan barang dan jasa, transportasi juga dapat dijadikan salah satu cara untuk melihat identitas sebuah kota atau tempat. Bahkan, jalan masih dijadikan salah satu indikasi dalam penilaian kota bersih. Demikian juga, kriteria jalan dibedakan dalam beberapa jenis karena fungsi dan keberadaannya; jalan protokol, jalan arteri, hingga jalan-jalan di gang perumahan.
Ini juga masih didukung oleh keseragaman nama jalan dan lokasi strategis di sekitarnya di berbagai tempat di Indonesia. Dan karena itu, jalan menjadi sebuah situs yang sangat menarik. Tapi juga di balik itu, banyak darah dan sejarah yang juga tercecer di jalanan. Dan di beberapa bagian jalan, ada tempat-tempat favorit yang kemudian dipilih untuk melakukan long march, demonstrasi, pertemuan, atau sekadar duduk-duduk di pinggir jalan.
Dan transportasi, menjadi bagian yang sangat penting dalam pembicaraan seperti ini. Wajah kota menjadi carut marut bila transportasi tidak diurus dengan baik dan benar. Orang-orang akan mengalami disorientasi dan berkeluh kesah karena jalur transportasi yang tidak baik, tidak memiliki kebersambungan yang jelas, dan tak ada terminal. Bayangkan Anda yang tinggal di bagian lain dari sebuah kota, dan ingin mengunjungi tempat lain di belahan yang lain, sementara angkutan umum tak jelas dimana dan bagaimana jalurnya.
***
Sewaktu pulang dari berlebaran di kampung, di Pasaman Barat, saya mendengar perbincangan antara sopir dan penumpang yang duduk di sebelahnya. Dari perbindangan itu, saya mendengar bahwa menjadi sopir tidak menghasilkan banyak pendapatan. Namun, yang paling membahagiakan bagi sopir itu, bahwa dia dapat menolong orang-orang yang pergi hingga sampai ke tempat tujuannya.
Itulah sebuah profesi yang dimaknai dengan cara yang lain, dengan nilai-nilai humanisme. Dan saya berpikir, bagaimana bila hal yang sama mendasari banyak pihak yang memiliki kepentingan di dalam masalah ini. Lihatlah bagaimana mahasiswa UNP menyandera sejumlah mobil AKDP yang masih juga membandel. Dan pihak Dishub mengatakan bahwa itu bagian dari tindakan yang cukup baik, berdasarkan kesepakatan yang telah diambil, dan mendukung serta menghargainya. Pertanyaannya, bagaimana dengan sikap Dishub sendiri? Tak banyak yang bisa diharapkan dari mereka. Tindakan tegas yang dinanti-nantikan tak kunjung datang. Sementara bila masyarakat dan mahasiswa yang bergerak, nantinya, maka itu akan dinilai sebagai tindakan perusakan, anarki, dan harus berhadapan dengan hukum, seperti yang sudah-sudah. Cukup miris melihatnya.
Namun demikian, inilah bagian dari proses perbaikan itu, semoga. Dan sebuah kota atau wilayah, di manapun ia berada, akan menghadapi masalah serupa. Tapi sayangnya, tak banyak dari pengelolanya yang mau belajar bagaimana memperbaiki dan menjaganya. Lihat bagaimana jalan selalu dibongkar pasang, digali ulang, ditambal sulam, dan terpampang tulisan, maaf jalan Anda terganggu, sedang ada perbaikan. Kita, pengguna dan warganya, mau tidak mau terpaksa memaafkan jalan kita yang terganggu. Karena di balik itu, ada rupiah yang mengalir kencang. Namun kita cukup hanya memberikan jalan kita diganggu orang. Siapa tahu dengan begitu, jalan kita akan semakin mulus dan lancar.***
Sudarmoko, peminat masalah urban symbolism, tinggal di Padang

No comments:

Post a Comment